Minggu, 23 September 2012

Bashirah : Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Bashirah

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Bahasa mengenal istilah hati nurani atau kata hati atau hati kecil untuk menyebut kejujuran seseorang atas diri sendiri. Kata nurani berasal dari bahasa Arab yang artinya cahaya, dan  (nurani) artinya sejenis cahaya atau yang bersifat cahaya, sehingga hati nurani dapat  disebut sebagai cahaya hati atau lubuk hati yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati nurani dalam konteks tersebut disebut bashirah.
  
Dalam bahasa Arab, berarti jendela hati, jika artinya pandangan dan lintasan hati sedangkan kata, jika dikaitkan dengan nama Tuhan maka artinya Allah mampu melihat sesuatu secara total, yang tampak maupun yang tidak tampak tanpa memerlukan alat.  Jika dihubungkan dengan manusia, maka mempunyai empat arti, yaitu (a) ketajaman hati,  (b) kecerdasan, (c) kemantapan dalam agama, dan (d) keyakinan hati dalam hal agama dan realita. Meskipun juga mengandung arti melihat, tetapi jarang sekali kalimat tersebut digunakan dalam literatur Arab untuk indra penglihatan tanpa disertai pandangan hati.  Dengan demikian, maka hati nurani dapat dipahami sebagai pandangan mata hati sebagai lawan dari pandangan mata kepala.

Bashirah dalam arti nurani diisyaratkan dalam surat al-Qiyamah 14-15:
  
Bahkan manusia itu mampu melihat diri sendiri, meskipun dia masih mengemukakan alasan-alasannya (Q., s. al-Qiyamah / 75:14-15).

Sebagian mufasir, antara lain al-Farra', Ibn 'Abbas, Muqatil dan Sa'id ibn Jabir menafsirkan bashirah pada ayat ini sebagai mata batin,  seperti yang dikutip oleh al-Maraghi, dan Fakhr al-Razi menafsirkan dengan akal sehat.  Menurut Ibn Qayyim al-Jawzi, bashirah adalah cahaya yang ditiupkan Allah ke dalam Qalb, oleh karena itu ia mampu memandang hakikat kebenaran seperti pandangan mata.
  
Jika dikaitkan dengan sistem nafs manusia, maka arti bashirah yang tepat adalah seperti yang dipaparkan al-Farra’ dan Fakhr al-Razi, yaitu mata batin atau akal sehat. Akal yang sehat jika digunakan secara optimal memungkinkannya mencapai kebenaran, karena ia memiliki kekuatan yang sama dengan pandangan mata batin, dan itu akan muncul secara optimal pada orang yang memiliki.
  
Jika dibandingkan dengan qalb, maka hati nurani memiliki pandangan yang lebih tajam dan konsisten. Pada surat al-Qiyamah / 75:14-15 di atas disebutkan bahwa bashirah itu tetap bekerja melihat meskipun manusia masih mengemukakan alasan-alasannya. Ayat ini sebenarnya juga mengisyaratkan karakter qalb yang tidak konsisten, yang meskipun mengerti kebenaran tetapi masih berusaha mengelak dengan mengemukakan alasan-alasan. Jadi hati nurani tetap jujur dan konsisten meskipun hati manusia masih berusaha untuk menutup-nutupi kesalahannya atau berdalih dengan berbagai alasan. Kekuatan konsistensi bashirah adalah sangat wajar, karena seperti dikatakan oleh Ibn al-Qayyim al-Jawzi bahwa bashirah itu adalah nur Allah yang ditiupkan ke dalam qalb.
  
Bashirah atau hati nurani bukan hanya diperlukan untuk introspeksi diri, tetapi juga untuk secara jujur memahami dan mengakui kebenaran agama. Dalam surat Yusuf / 12:108 disebutkan:

Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata (bashirah) (Q., s. Yusuf / 12:108).     

Ibn katsir menafsirkan bashirah dalam ayat ini dengan mengatakan bahwa kebenaran agama Allah ini merupakan keyakinan yang bisa diuji dengan bashirah, baik dengan pendekatan syar'i  maupun 'aqli.
  
Dari keterangan al-Qur'an menyangkut nafs maka struktur bashirah dalam sistem nafs dapat digambarkan sebagai berikut; Manusia memiliki dimensi rohani yang terdiri dari nafs,'aql, qalb, ruh dan bashirah. Nafs diibaratkan sebagai ruangan yang sangat luas dalam alam rohani manusia. Dari dalam nafs itulah manusia digerakkan untuk menangkap fenomena yang dijumpai, menganalisisnya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan melalui jaringan qalb, ‘aql, dan bashirah, tetapi semua itu baru berfungsi ketika roh berada dalam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna.
  
Qalb merupakan bagian dalam nafs yang bekerja memahami, mengolah, menampung realitas sekelilingnya memutuskan sesuatu. Sesuai dengan potensinya maka qalb merupakan kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia temperamental, fluktuatif, emosional dan pasang surut. Untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadap, qalb bekerja dengan jaringan akal, tetapi kondisi qalb dan akal seringkali tidak optimal sehingga masih dimungkinkan terkontaminasi oleh pengaruh syahwat, atau dorongan kepada hal-hal yang bersifat negatif, dan dalam keadaan demikian, 'aql dan qalb dapat melakukan belahan metal, yakni memandang sesuatu yang salah, dengan alasan-alasan yang dibuatnya, seakan-akan yang salah satu itu wajar. Bashirah bekerja mengkoreksi penyimpangan yang dilakukan oleh qalb dan 'aql. Dapat juga disebutkan bahwa kondisi qalb dan ‘aql yang tingkat kesehatannya optimum itulah yang disebut hati nurani atau bashirah.

Sumber, http://mubarok- intitute. blogspot. com

Wassalam,
agussyafii