Bashirah
By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
Bahasa
mengenal istilah hati nurani atau kata hati atau hati kecil untuk
menyebut kejujuran seseorang atas diri sendiri. Kata nurani berasal dari
bahasa Arab yang artinya cahaya, dan (nurani) artinya sejenis cahaya
atau yang bersifat cahaya, sehingga hati nurani dapat disebut sebagai
cahaya hati atau lubuk hati yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati
nurani dalam konteks tersebut disebut bashirah.
Dalam bahasa
Arab, berarti jendela hati, jika artinya pandangan dan lintasan hati
sedangkan kata, jika dikaitkan dengan nama Tuhan maka artinya Allah
mampu melihat sesuatu secara total, yang tampak maupun yang tidak tampak
tanpa memerlukan alat. Jika dihubungkan dengan manusia, maka mempunyai
empat arti, yaitu (a) ketajaman hati, (b) kecerdasan, (c) kemantapan
dalam agama, dan (d) keyakinan hati dalam hal agama dan realita.
Meskipun juga
mengandung arti melihat, tetapi jarang sekali kalimat tersebut
digunakan dalam literatur Arab untuk indra penglihatan tanpa disertai
pandangan hati. Dengan demikian, maka hati nurani dapat dipahami
sebagai pandangan mata hati sebagai lawan dari pandangan mata kepala.
Bashirah dalam arti nurani diisyaratkan dalam surat al-Qiyamah 14-15:
Bahkan manusia itu mampu melihat diri sendiri, meskipun dia masih mengemukakan alasan-alasannya (Q., s. al-Qiyamah / 75:14-15).
Sebagian
mufasir, antara lain al-Farra', Ibn 'Abbas, Muqatil dan Sa'id ibn Jabir
menafsirkan bashirah pada ayat ini sebagai mata batin, seperti yang
dikutip oleh al-Maraghi, dan Fakhr al-Razi menafsirkan dengan akal
sehat. Menurut Ibn Qayyim al-Jawzi, bashirah adalah cahaya yang
ditiupkan Allah ke dalam Qalb, oleh karena itu ia mampu memandang
hakikat kebenaran seperti pandangan mata.
Jika dikaitkan
dengan
sistem nafs manusia, maka arti bashirah yang tepat adalah seperti yang
dipaparkan al-Farra’ dan Fakhr al-Razi, yaitu mata batin atau akal
sehat. Akal yang sehat jika digunakan secara optimal memungkinkannya
mencapai kebenaran, karena ia memiliki kekuatan yang sama dengan
pandangan mata batin, dan itu akan muncul secara optimal pada orang yang
memiliki.
Jika dibandingkan dengan qalb, maka hati nurani
memiliki pandangan yang lebih tajam dan konsisten. Pada surat al-Qiyamah
/ 75:14-15 di atas disebutkan bahwa bashirah itu tetap bekerja melihat
meskipun manusia masih mengemukakan alasan-alasannya. Ayat ini
sebenarnya juga mengisyaratkan karakter qalb yang tidak konsisten, yang
meskipun mengerti kebenaran tetapi masih berusaha mengelak dengan
mengemukakan alasan-alasan. Jadi hati nurani tetap jujur dan konsisten
meskipun hati manusia masih berusaha untuk menutup-nutupi kesalahannya
atau berdalih dengan berbagai alasan. Kekuatan
konsistensi bashirah adalah sangat wajar, karena seperti dikatakan oleh
Ibn al-Qayyim al-Jawzi bahwa bashirah itu adalah nur Allah yang
ditiupkan ke dalam qalb.
Bashirah atau hati nurani bukan
hanya diperlukan untuk introspeksi diri, tetapi juga untuk secara jujur
memahami dan mengakui kebenaran agama. Dalam surat Yusuf / 12:108
disebutkan:
Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku, mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah
yang nyata (bashirah) (Q., s. Yusuf / 12:108).
Ibn katsir
menafsirkan bashirah dalam ayat ini dengan mengatakan bahwa kebenaran
agama Allah ini merupakan keyakinan yang bisa diuji dengan bashirah,
baik dengan pendekatan syar'i maupun 'aqli.
Dari keterangan
al-Qur'an menyangkut nafs maka struktur bashirah dalam sistem nafs
dapat digambarkan sebagai berikut; Manusia memiliki dimensi rohani yang
terdiri dari
nafs,'aql, qalb, ruh dan bashirah. Nafs diibaratkan sebagai ruangan
yang sangat luas dalam alam rohani manusia. Dari dalam nafs itulah
manusia digerakkan untuk menangkap fenomena yang dijumpai,
menganalisisnya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan melalui
jaringan qalb, ‘aql, dan bashirah, tetapi semua itu baru berfungsi
ketika roh berada dalam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna.
Qalb
merupakan bagian dalam nafs yang bekerja memahami, mengolah, menampung
realitas sekelilingnya memutuskan sesuatu. Sesuai dengan potensinya maka
qalb merupakan kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia temperamental,
fluktuatif, emosional dan pasang surut. Untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadap, qalb bekerja dengan jaringan akal, tetapi kondisi qalb
dan akal seringkali tidak optimal sehingga masih dimungkinkan
terkontaminasi oleh pengaruh syahwat, atau dorongan kepada hal-hal yang
bersifat negatif, dan dalam keadaan demikian,
'aql dan qalb dapat melakukan belahan metal, yakni memandang sesuatu
yang salah, dengan alasan-alasan yang dibuatnya, seakan-akan yang salah
satu itu wajar. Bashirah bekerja mengkoreksi penyimpangan yang dilakukan
oleh qalb dan 'aql. Dapat juga disebutkan bahwa kondisi qalb dan ‘aql
yang tingkat kesehatannya optimum itulah yang disebut hati nurani atau
bashirah.
Sumber, http://mubarok- intitute. blogspot. com
Wassalam,
agussyafii