*Bayangkan apabila Rasulullah dengan seijin Allah tiba-tiba muncul
mengetuk pintu rumah kita. Beliau datang dengan tersenyum dan muka
bersih di muka pintu rumah kita, Apa yang akan kita lakukan?
Mestinya kita akan sangat berbahagia, memeluk beliau erat-erat dan
lantas mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Kemudian
kita tentunya akan meminta dengan sangat agar Rasulullah sudi
menginap beberapa hari di rumah kita. Beliau tentu tersenyum... .....
Tapi barangkali kita meminta pula Rasulullah menunggu sebentar di
depan pintu karena kita teringat Video CD ...yang ada di
ruang tengah dan kita
tergesa-gesa memindahkan dahulu video
tersebut ke dalam.
BELIAU TENTU TETAP TERSENYUM... .....
Atau barangkali kita teringat akan lukisan wanita
yang kita pajang di ruang tamu kita, sehingga kita
terpaksa juga memindahkannya ke belakang secara tergesa-gesa.
Barangkali kita akan memindahkan lafal Allah dan Muhammad yang ada
di ruang samping dan kita meletakkannya di ruang tamu.
BELIAU TENTU TERSENYUM... ....
Bagaimana bila kemudian Rasulullah bersedia menginap di rumah
kita? Barangkali kita teringat bahwa kita lebih hapal lagu-lagu
barat daripada menghapal Shalawat kepada Rasulullah SAW.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui
sedikitpun sejarah Rasulullah SAW karena kita lupa dan lalai
mempelajarinya.
BELIAU TENTU TERSENYUM... .....
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui satupun
nama keluarga Rasulullah dan sahabatnya tetapi hapal di luar
kepala mengenai anggota Idols.
Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar mandi menjadi
ruang shalat. Atau barangkali kita teringat bahwa perempuan di
rumah kita tidak memiliki koleksi pakaian yang pantas untuk
berhadapan kepada Rasulullah.
BELIAU TENTU TERSENYUM... .....
Belum lagi koleksi buku-buku kita. Belum lagi koleksi kaset kita.
Belum lagi koleksi karaoke kita. Kemana kita harus menyingkirkan
semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan kita?
Barangkali kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita
tidak pernah ke masjid meskipun adzan berbunyi.
BELIAU TENTU TERSENYUM... .....
Barangkali kita menjadi malu karena pada saat Maghrib keluarga
kita malah sibuk di depan TV.
Barangkali kita menjadi malu karena kita menghabiskan hampir
seluruh waktu kita untuk mencari kesenangan duniawi.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak pernah
menjalankan shalat sunnah.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita sangat jarang
membaca Al-Qur'an.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengenal
tetangga-tetangga kita.
BELIAU TENTU TERSENYUM... ....
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah menanyakan kepada
kita siapa nama tukang sampah yang setiap hari lewat di depan
rumah
kita.
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah bertanya tentang nama
dan alamat tukang penjaga masjid di kampung kita.
BETAPA SENYUM BELIAU MASIH ADA DI SITU........
Bayangkan apabila Rasulullah tiba-tiba muncul di depan rumah kita.
Apa yang akan kita lakukan? Masihkah kita memeluk junjungan kita
dan mempersilahkan beliau masuk dan menginap di rumah kita?
Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau
berkunjung ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot
dan malu.
Maafkan kami ya Rasulullah.. .......
Masihkah beliau tersenyum?
Senyum pilu, senyum sedih dan senyum getir....... .
betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata
Rasulullah.. ......
Pikiran yang terbuka dan mulut yang tertutup merupakan suatu
kombinasi kebahagiaan.
Jangan jadikan Penghalang sebagai hambatan, tetapi jadikan sebagai
pendorong aktifitas.
Siapa yang mendiamkan saja kejahatan merajalela, dia itu membantu
kejahatan!
Sehalus-halusnya musibah adalah ketika kedekatan kita dengan-Nya
perlahan-lahan terenggut dan itu biasanya ditandai dengan
menurunnya kualitas ibadah.*
(Kembang Anggrek, Terjemahan dr "I Wonder" by sister Camilla Badr)