Sebagai kepala keluarga Umarat, saya ingin memimpin keluarga ini menjadi keluarga yang keren, unik, tak ikut-ikut hal yang ga perlu, punya karakter sendiri, punya cara sendiri untuk mendidik anak-anak kami, mampu mengeksplorasi kemampuan tiap anggota keluarga secara optimal, dan yang paling penting saya ingin keluarga kami masuk surga kelak di yaumul akhir. Sesuai syarat-syarat berlaku yang telah termaktub di dalam ajaran agama Islam yang kami anut.
Nah, untuk mencapai target agar keluarga kami keren, dan seterusnya itu, tentu diperlukan terobosan yang tak biasa dalam kehidupan berkeluarga. Salah satu yang menjadi concern saya dan Andin dalam mendidik Afiqah Humayra Umarat–putri pertama kami–adalah bagaimana ia tak terjebak ke dalam pendidikan formal berkualitas biasa semata.
Jangan sampai ia teralienasi pada sistem sekolah formal, lalu proses belajar pun hanya terfokus berlangsung di sana. Bagi kami, proses belajar anak kami harus berlangsung dimana saja, kapan saja. Ia bebas bertanya apapun. Kami selaku orangtua harus siap dari sekarang. Kalau-kalau anak kami nanti cerewet dalam bertanya ini-itu, kami harus siap mental menjawabnya semaksimal yang kami bisa. Tidak boleh mematahkan semangat belajar dan bertanya. Jika kami belum bisa jawab pertanyaannya, maka tugas kami adalah mencari tahu secara bersama-sama putri kami tentang jawaban yang hendak dicari.
Khusus di rumah kami, saya dan Andin kepikiran ide untuk menciptakan wall of inspiration di rumah baru kami di Kota Wisata-Cibubur. Mengapa hal ini penting? Kami meyakini bahwa wall of inspiration adalah salah satu langkah awal yang baik untuk proses belajar bayi lucu kami, Afiqah Humayra Umarat. Wall of inspiration disingkat jadi WOI. Ini semacam hentakan, bentakan, peringatan, bagi kami untuk senantiasa belajar sepanjang hayat keluarga kami. WOI, bangun WOI! WOI belajar WOI! WOI berkarya WOI! WOI tinggalkan sesuatu yang berarti sebelum meninggal WOI! Jangan diam saja. Jangan buntu! Jangan gitu gitu aja menjalani hidup, WOI!
Dimana unsur belajarnya? Nah begini. Kami baru saja membuat wallpaper peta dunia ukuran 3m x 1.5m di ruang tamu. Lengkap dengan nama negara dan nama ibukotanya. Dari peta negara itu, secara tidak langsung Afiqah Humayra Umarat tiap hari melihat peta dunia. Ia akan belajar geografi setiap hari. Kami bikin program mendalami informasi satu negara, 1 hari = 1 negara. Bayangkan jika ia bisa khatam mengetahui segala informasi semua negara di dunia. Bukankah itu hal yang luar biasa? Panda (red: saya) dan Manda bertugas menyiapkan informasi tiap negara, sebagai bahan merespon balik jika ditanya. Kalau stuck nggak bisa jawab, kita cari bersama-sama sang anak. Internet di rumah saya sengaja saya pasang cukup menggiurkan, 1 Mbps untuk download dan upload. Biayanya relatif lebih mahal? Ya tentu, untuk pendidikan, untuk investasi jangka panjang, harus ada pengorbanan.
Tentunya cara mengajarkan informasi seputar negara-negara di dunia tak bisa pakai cara di sekolahan biasanya. Kami pakai cara story telling. Andin–istriku–adalah master dalam story telling. Ia akan menularkan virus story telling kepada saya. Jadi, anak kami tidak akan bosan dalam belajar geografi negara-negara di dunia, karena ia seperti merasa sedang bermain dengan orangtuanya.
Tiap membahas suatu negara, misalnya Indonesia, kami akan informasikan hal-hal apa saja yang terkenal di negara tersebut. Mulai dari kebudayaan, karakter masyarakatnya, peluang plus tantangan ke depan, dan seterusnya.
Afiqah Humayra Umarat nanti bebas menandai gambar per negara dengan sticker tambahan (kertas post-it) sebagai penanda informasi tambahan. Jadi, dinding ruang tamu kami akan terlihat agak berantakan dengan tempelan-tempelan sticker. Tak apa, namanya juga belajar. Kalau ga kotor, ga belajar bukan? menyitir tagline sebuah iklan sabun.
Wallpaper peta dunia juga kami sisipkan pesan inti keluarga kami: “Biasakanlah yang benar, jangan membenarkan kebiasaan!” Kami berharap, kemanapun nanti Afiqah Humayra Umarat merantau, ia akan ingat terus pesan penting ini.
“Biasakanlah yang benar” itu menekankan pesan agar ia selalu dalam track yang dibuat Allah. Segala yang dilakukan tidak boleh melenceng dari nilai dan norma serta rambu yang ditetapkan Allah lewat Al-quran & Hadist. Patokan kebenaran itu mengacu pada 2 hal tersebut. Subjektif memang, namun tetap harus dibalut oleh pola pikir yang objektif. Pola pikir objektifnya dilatih di sekolah dan di rumah.
“Jangan membenarkan kebiasaan” ini menekankan pada pesan bahwa tidak setiap hal yang jadi kebiasaan itu bisa kita benarkan. Bisa jadi itu salah. Orang yang biasa nyerobot, memotong jalan-lawan arus, merasa tindakannya benar karena biasanya orang lain juga melakukan hal serupa. Sudah umum di mata masyarakat. Biasa, tapi tidak benar. Hal seperti ini harus dihindari.
Kembali ke WOI tadi, harapannya, dari hasil belajar geografi seacara tidak langsung setiap hari, Afiqah Humayra kelak bisa menentukan, negara mana yang ingin ia kunjungi. Entah itu sebagai tempat ia belajar, atau sebagai tempat ekspansi bisnisnya, atau tempat ia mengembangkan diri.
Dengan melihat setiap hari peta dunia, mudah-mudahan Afiqah Humayra terinspirasi dan termotivasi sejak balita. Saya pernah dengar, kalau kita ingin menggapai sesuatu, lalu kita pasang gambar, atau tulisan yang mengarah pada sesuatu itu, maka kita akan lebih cepat mendapatkan yang kita inginkan. Kekuatan pikiran berlaku di sini (hukum law of attraction).
Selain itu, di sisi dinding rumah kami yang lain akan ada mind mapping potensi diri anggota keluarga. Isinya ada 3 titik, dengan masing-masing subtopic. Tiap anggota keluarga menuliskan, menempelkan, menvisualisasikan mimpi-mimpinya di masa mendatang. Bisa target bulanan, tahunan, atau dekade. Jadi jelas, pemetaan potensi dan target/ cita-cita ke depan sudah sangat fokus.
Dari sana, tiap kami makan malam bersama, akan ada diskusi soal passion, progress cita-cita anggota keluarga, dan hal apa yang paling dicintai dan ingin dilakukan saat itu. Kami biasakan membentuk budaya korporat yang profesional dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan. Jika ia punya masalah di sekolah, ia harus bisa identifikasi, berani terbuka menceritakannya, dan mampu cari solusinya bersama, jika ia tak bisa menyelesaikannya. Ruang diskusi sangat dibuka lebar di keluarga kami, agar anak kami ini mandiri dan dewasa dalam menghadapi, dan menyelesaikan masalah.
Segitu dulu cerita inspirasi sederhana dari kelurga Umarat. Anda punya cerita inspiratif dari keluarga Anda? Sudi kiranya berbagi cerita bersama kami. Kita sama-sama menciptakan keluarga Indonesia yang lebih kuat.
WOI! Hidup cuma sekali di dunia WOI! Wake up WOI!
Posted by Umarat http://umarat.wordpress.com/