Selasa, 01 Januari 2013

MENJAUHI PERGAULAN BEBAS

Oleh
Ustadz Zainal Abidin bin Syamsudin

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla yang telah mengatur alam
ini sedemikian rupa sehingga tertata rapi, namun manusialah yang
merubah tatanan menjadi porak poranda, baik dalam kehidupan manusia
maupun alam semesta.

Salam dan salawat semoga selalu dilimpahkan kepada teladan utama dalam
pergaulan yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , keluarga,
Sahabat beliau ridwânullahualaih dan para pengikutnya yang baik hingga
hari kiamat.

Pada zaman sekarang ini pintu kemaksiatan terbuka lebar. Wanita fasik
dan fajir telah diperdaya oleh setan hingga mengumbar aurat di
mana-mana. Mata setiap orang bebas memandang perkara yang diharamkan,
kecuali orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla . Bercampur baur
antara lelaki dan perempuan terjadi di setiap tempat. Majalah porno
dan film cabul merajalela tanpa kontrol. Traveling ke negeri-negeri
rusak dan kafir dibuka lebar. Pergaulan bebas digandrungi setiap
remaja. Prostitusi dan media porno dibuka di sembarang tempat, dan
setiap orang leluasa menikmatinya tanpa batas.

Pergaulan bebas dan pacaran, bahkan seks bebas di kalangan kawula muda
dianggap perkara biasa, karena sudah menjadi lifestyle (gaya hidup) di
sebagian kalangan masyarakat. Perempuan bergandengan dan pergi dengan
laki-laki yang bukan mahramnya, baik dalam acara resmi, santai, study
atau bisnis. Maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa musibah besar akan
menimpa generasi muda negeri ini.

Oleh karena itu, seorang remaja Muslim yang ingin pandai bergaul namun
tetap bersih dan tidak terkontaminasi oleh berbagai macam kebiasaan
buruk dan dekadensi moral sehingga menjadi ”sampah masyarakat”, harus
memperhatikan dan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk berikut ini:

1. Pergaulan Bebas
Kondisi saat ini sungguh sangat memprihatinkan, sebab anak-anak yang
masih belia dan produktif, yang seharusnya masih bersungguh-sungguh
menentukan arah hidupnya, ternyata terperosok dalam pergaulan bebas
dan penggunaan obat terlarang. Kondisi ini diperparah dengan tayangan
televisi yang menampilkan adegan ranjang secara vulgar atau penerbitan
majalah murahan. Waliyyâdzu billâh, Allâhu musta’ân.

Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur etika pergaulan
dengan norma-norma yang sangat indah. Jika diamalkan, akan tercipta
kehidupan yang terhormat dan bermartabat. Allah Azza wa Jalla menjaga
manusia dengan syariat Islam yang membatasi pergaulan antara laki-laki
dan perempuan dengan ketat. Tidak boleh bercampur baur antara
laki-laki dan perempuan, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang wanita sering keluar rumah; kecuali untuk urusan
mendesak dan sangat penting; walaupun untuk shalat. Sebagaimana
`Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْـمَسْجِدِ
فَأْذَنُوْا لَهُنَّ

”Jika isteri-isteri kalian minta izin kepada kalian pada waktu malam
ke masjid (untuk ibadah), maka izinkanlah bagi mereka.”[1]

Seorang isteri tidak boleh pergi tanpa mendapatkan ridha suami,
meskipun untuk mengunjungi keluarganya; karena mematuhi suami hukumnya
wajib. Hadits di atas juga mengandung makna jika wanita ingin shalat
berjamaah di masjid harus minta izin suami.

2. Berjabat Tangan dengan Wanita Bukan Mahram
Berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan bukan mahram sudah
menjadi tradisi resmi tingkat nasional maupun internasional, baik
dalam intansi pemerintah, swasta maupun masyarakat. Mereka akan
menganggap aneh jika ada orang yang mempermasalahkannya. Orang yang
ingin mengamalkan hadits dari Ma’qil bin Yassâr Radhiyallahu anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َلأَنْ ُيطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ،
خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلَّ لَهُ

Sungguh kepala seseorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari
besi, maka demikian itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita
yang tidak halal baginya.”[2] ;

Maka ia tidak akan berani menentang sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam itu, apapun alasannya. Sehingga karenanya dia berani
menerobos tradisi yang bisa memicu berbagai kemaksiatan termasuk
perzinaan. Subhânallâh betapa rincinya Allah Azza wa Jalla membikin
aturan untuk menjaga hamba-Nya agar tidak ternoda sekecil apapun.
Sudah selayaknya kita umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada
umumnya melaksanakan petunjuk-petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam , karena tidak ada sesuatu yang dilarang kecuali di dalamnya
mengandung mafsadat dan tidak ada segala sesuatu yang diperintahkan
kecuali di dalamnya terdapat manfaat.

3. Pacaran (berkhalwah dan Ikhtilâth)
Pacaran dalam kamus bahasa Indonesia artinya adalah teman lawan jenis
yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Sedangkan
berpacaran artinya bercintaan atau berkasih-kasihan atau lebih
gampangnya menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis sebelum nikah
yang biasanya dilakukan hanya berduaan.

Berpacaran merupakan budaya yang sangat digandrungi oleh anak muda
zaman sekarang, bahkan gairah hidup bisa menjadi sirna jika tidak
punya pacar. Cara berpacaran sekarang sangat bervariasi di antaranya
adanya fasilitas handphone, telephon, komputer untuk chating atau face
book. Bermula dari hubungan elektronik, lalu berjanji untuk bertemu
dan akhirnya perjumpaan demi perjumpaan pun terjadi. Sehingga
berakibat terjadinya perbuatan haram dan terkutuk. Awalnya, mereka
lakukannya dengan penuh rasa takut, tapi akhirnya menjadi kebiasaan

Syariat Islam sangat melarang budaya tersebut sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang laki-laki dan
wanita bukan mahram berdua-duan.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ
بِإمْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذِيْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فإَِنَّ ثَالِثُهُمَا
الشَّيْطَانُ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah
berdua-duaan dengan wanita yang tidak bersama mahramnya karena yang
ketiga adalah setan. [3]

Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ فَإِنَّ
ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ إِلاَّ مَحْرَمٍ

Ketahuilah, tidak boleh seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang
wanita yang tidak halal baginya, karena yang ketiga adalah setan
kecuali bersama mahramnya. (HR. Ahmad no:142) dan hadits serupa dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu telah dituturkan di atas.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ
الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اﷲ ِ َفَرَأَيْتَ الْـحَمْوَ؟، قَال:
اَلْـحَمْوُ الْـمَوْتُ.

Jagalah dirimu dari masuk ke tempat kaum wanita. Seorang laki-laki
dari Anshar bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al Hamwu?
Beliau bersabda: “Al Hamwu adalah kematian.” [4]

Maksud al-Hamwu adalah saudara laki-laki suami (ipar).

4. Pandangan Mata Liar
Jagalah hati, jangan dikotori dengan memandang wanita yang tidak halal
yang membuka sebagian atau seluruh auratnya. Begitu pula seorang
wanita tidak boleh memandang laki-laki yang membuka auratnya; baik di
televisi, film atau lainnya, apalagi melihat secara langsung. Maka
setiap Muslim dan Muslimah berkewajiban untuk menahan pandangan, sebab
hal itu merupakan sumber fitnah, atau salah satu penyebab rusaknya
hati dan menyimpangnya dari kebenaran, berdasarkan firman Allah Azza
wa Jalla :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ”Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat” Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.
[An-Nuur/24 : 30-31]

Dalam Musnad Ahmad bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلنَّظْرَةُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ.

“Pandangan adalah satu anak panah di antara anak panah-anak panah Iblis” [5]

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Pandangan merupakan panah dan
utusan setan, maka menjaga pandangan merupakan asas terpeliharanya
kemaluan. Barangsiapa yang melepas pandangannya berarti telah
menjerumuskan dirinya dalam kehancuran. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

يَا عَلِيُّ لاَ تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ
اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِرَةُ

Wahai Ali, janganlah kamu mengikuti pandangan demi pandangan, karena
kamu hanya memiliki hak pada pandangan yang pertama dan tidak pada
pandangan berikutnya.”[6]

(Maksudnya adalah pandangan yang mendadak dan tidak sengaja).[7]

5. Mendengarkan Musik dan Nyanyian .
Perbuatan ini termasuk bagian tipu daya setan untuk menjerat
orang-orang yang bodoh dan ahli kebatilan. Di antaranya kebatilan itu
adalah bertepuk tangan, bersiul, senang nyanyian dan alat-alat musik
yang haram; yang semuanya membuat manusia tenggelam dan tidak berdaya
di hadapan kefasikan dan kemaksiatan. Karena musik termasuk jampinya
setan yang menjadi penghalang dan penutup hati untuk mengenal Allah
Azza wa Jalla . Musik merupakan ilham bagi tindakan homoseksual dan
perzinaan dan dengan musik orang fasik dan orang yang sedang dilanda
asmara hidup merana dan menghayal hingga ajal tiba.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Nyanyian dan musik adalah mantra
pembangkit zina, karena ia faktor paling utama yang menyebabkab
manusia terjatuh ke dalam perbuatan keji. Sungguh! Laki-laki,
anak-anak dan wanita atau seseorang yang sangat menjaga diri, tetapi
setelah mendengar musik, tidak mampu mengendalikan diri akhirnya
berbuat kekejian, sehingga condong kepadanya baik sebagai subyek atau
obyek, seperti yang terjadi di kalangan para pecandu khamr.”[8]

عَنْ أَبِي مَالِكٍ اْلأََشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ،
يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا، يُعْزَفُ عَلَى رُءُوْسِهِمْ
بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ، يَخْسِفُ اللهُ بِهِمُ اْلأَرْضَ
وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ

Abu Mâlik al-Asy’ary berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sungguh akan ada sekelompok manusia dari ummatku
meminum khamr, mereka memberi nama dengan bukan namanya, mereka
berdendang yang diiringi dengan musik dan para biduanita, Allah Azza
wa Jalla menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan Allah Azza wa Jalla
merubah di antara mereka menjadi monyet dan babi.”[9]

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata bahwa menurut sebagian Ulama jika
hati sudah terbiasa dengan kebiasaan menipu, makar dan fasik serta
terwarnai dengan sifat secara lengkap maka pelakunya bertingkah laku
seperti hewan kera dan babi.[10]

Karenanya para remaja hendaknya berhati-hati terhadap salah satu
penyakit akhlak yang berbahaya yaitu menyenangi nyanyian-nyanyian atau
tarian-tarian dengan berbagai cara dan sarana yang mengakibatkan
banyak para remaja tergila-gila.

6. Wanita Bepergian Tanpa Mahram
Di antara kebiasaan yang memicu terjadinya fitnah syahwat dan
pergaulan bebas adalah membiarkan wanita bepergian sejauh jarak qashar
tanpa ditemani mahram, bahkan pergi berduaan keliling kota. Imam
Nawawi rahimahullah dalam syarah shahîh Muslim menegaskan kesimpulan,
bahwa segala macam bepergian bagi wanita dilarang, kecuali bersama
suami atau mahramnya baik jarak tempuhnya tiga hari, dua hari, satu
hari atau semisalnya. Hal itu berdasarkan riwayat Ibnu Abbas
Radhiyallahu anhu yang menyebutkan larangan secara mutlak sebagaimana
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama dengan
mahramnya.[Muttafaqun alaih].

Demikian itu mencakup semua bentuk safar.[11]

7. Bercengkerama Mesra dengan Lawan Jenis.
Menurut pantun “Dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali,
dari mana datangnya cinta dari mata turun ke hati.” Berawal dari
pandangan mata yang menggoda, lalu hati bergetar dan perasaan pun
berbunga-bunga, maka gayung pun bersambut; sehingga timbul perasaan
cinta yang menggebu-nggebu. Keduanya begadang sampai larut malam .
Akhirnya setan pun tidak tinggal diam, sehingga keduanya pun melalukan
perbuatan yang diharamkan. Allah Azza wa Jalla melarang setiap bentuk
pembicaraan dengan lawan jenis, seperti dalam firman-Nya:

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang
yang ada penyakit dalam hatinya. [al-Ahzâb/33:32]

Akan tetapi, bukan berarti seorang wanita dilarang secara mutlak
berbicara dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena pembicaraan
terkadang diperlukan. Namun harus berbicara dengan serius seperlunya,
baik tatkala berbicara langsung maupun lewat telepon. Pembicaraan
telepon bisa menimbulkan banyak madharat dan kerusakan karena suara
wanita yang manja bisa menggoda lawan bicara.

Hendaknya para remaja Muslim meninggalkan bentuk-bentuk pergaulan yang
telah disebutkan di atas, mengisi waktu dengan ilmu yang bermanfaat,
beribadah dan berda’wah di jalan Allah Azza wa Jalla .

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XIII/1430/2011M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (162), Imam
Muslim dalam Shahîhnya (990) dan Imam Abu Dâwud dalam Sunannya (568).
[2]. HR. Tabrâni (486), 20/ 211/212 dan Imam al-Haitsami dalam Majma
Zawâid (7718), 4/ 598, dan lihat Shahîhul Jâmi’ No: 5044.
[3]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (1862) dan Imam
Muslim dalam Shahîhnya (3259)
[4]. Telah ditakhrij sebelumnya.
[5]. Shahîh diriwayatkan Imam al-Hakim dalam Mustadraknya dan beliau
mengatakan bahwa hadits ini shahîh belum dikeluarkan oleh keduanya.
[6]. Shahîh diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (2777) dan
dishahîhkan Syaikh al-Bani dalam Shahîh Sunan Abu Dâwud (1865).
[7]. Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi, Mubârak Fûri, 8/ 50.
[8]. Majmû’ Fatâwa , Ibnu Taimiyah, 10/ 417-418.
[9]. Shahîh diriwayatkan Imam Ahmad (1/ 290), Abu Dâwud, (3988), Ibnu
Mâjah, (4020) dan al-Miskât (4292).
[10]. Ighâtsatul Lahafân, Ibnu Qayyim, hal. 269.
[11]. Lihat Syarah Shahîh Muslim, 9/ 108.

http://almanhaj.or.id/content/3465/slash/0/menjauhi-pergaulan-bebas/