Oleh
Muhammad bin Suud Al-Uraifi
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam al-Qur-an pada
banyak ayat dan juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
banyak hadits tentang besarnya pahala yang diperoleh dari melaksanakan
shalat malam. Bahkan, ketahuilah wahai pembaca yang budiman –sebelum
kami memaparkan ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut– bahwa shalat
yang paling baik setelah shalat wajib adalah shalat malam, dan hal ini
telah menjadi ijma' (kesepakatan) ulama.[1]
Ayat-Ayat Tentang Keutamaan Shalat Malam Dan Anjurannya
Di dalam banyak ayat, Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan kepada
Nabi-Nya yang mulia untuk melakukan shalat malam. Antara lain adalah:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ
"Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu...." [Al-Israa'/17: 79]
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ
لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
"Dan sebutlah nama Rabb-mu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada
sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah
kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari." [Al-Insaan/76:
25-26].
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
"Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai
shalat." [Qaaf/50: 40].
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا ۖ وَسَبِّحْ
بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ
وَإِدْبَارَ النُّجُومِ
"Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu, maka sesungguhnya
kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji
Rabb-mu ketika kamu bangun berdiri, dan bertasbihlah kepada-Nya pada
be-berapa saat di malam hari dan waktu terbenam bintang-bintang (di
waktu fajar)." [Ath-Thuur/52: 48-49]
Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan kepada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah selesai melakukan shalat
wajib agar melakukan shalat malam,[2] hal itu sebagaimana terdapat
pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Rabb-mu-lah hendaknya kamu berharap." [Asy-Syarh/94 : 7-8)
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memuji para hamba-Nya yang shalih yang
senantiasa melakukan shalat malam dan bertahajjud, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam
mereka memohon ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat/51: 17-18]
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhumamengatakan, "Tak ada satu pun malam
yang terlewatkan oleh mereka melainkan mereka melakukan shalat
walaupun hanya beberapa raka'at saja."[3]
Al-Hasan al-Bashri berkata, "Setiap malam mereka tidak tidur kecuali
sangat sedikit sekali."[4]
Al-Hasan juga berkata, "Mereka melakukan shalat malam dengan lamanya
dan penuh semangat hingga tiba waktu memohon ampunan pada waktu
sahur."[5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam memuji dan menyanjung mereka:
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا
وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا
أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a
kepada Rabb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkah-kan
sebagian dari rizki yang Kami berikan ke-pada mereka. Seorang pun
tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." [As-Sajdah/32:
16-17]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Yang dimaksud dengan apa yang
mereka lakukan adalah shalat malam dan meninggalkan tidur serta
berbaring di atas tempat tidur yang empuk."[6]
Al-'Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Cobalah renungkan
bagaimana Allah membalas shalat malam yang mereka lakukan secara
sembunyi dengan balasan yang Ia sembunyikan bagi mereka, yakni yang
tidak diketahui oleh semua jiwa. Juga bagaimana Allah membalas rasa
gelisah, takut dan gundah gulana mereka di atas tempat tidur saat
bangun untuk melakukan shalat malam dengan kesenangan jiwa di dalam
Surga."[7]
Dari Asma' binti Yazid Radhiyallahu anha, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَمَعَ اللهُ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
جَاءَ مُنَادٍ فَنَادَى بِصَوْتٍ يَسْمَعُ الْخَلاَئِقُ: سَيَعْلَمُ
أَهْلُ الْجَمْعِ اَلْيَوْمَ مَنْ أَوْلَى بِالْكَرَمِ، ثُمَّ يَرْجِعُ
فَيُنَادِي: لِيَقُمَ الَّذِيْنَ كاَنَتْ (تَتَجَافَى جُنُوْبُهُمْ)
فَيَقُوْمُوْنَ وَهُمْ قَلِيْلٌ.
"Bila Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang
terakhir pada hari Kiamat kelak, maka datang sang penyeru lalu
memanggil dengan suara yang terdengar oleh semua makhluk, 'Hari ini
semua yang berkumpul akan tahu siapa yang pantas mendapatkan
kemuliaan!' Kemudian penyeru itu kembali seraya berkata, 'Hendaknya
orang-orang yang 'lambungnya jauh dari tempat tidur' bangkit, lalu
mereka bangkit, sedang jumlah mereka sedikit."[8]
Di antara ayat-ayat yang memuji orang-orang yang selalu melakukan
shalat malam adalah firman Allah:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ
الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?..."
[Az-Zumar/39: 9].
لَيْسُوا سَوَاءً ۗ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ
آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ
"Mereka itu tidak sama, di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang
berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di
malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat)." [Ali ‘Imraan/3:
113]
وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
"Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Rabb mereka." [Al-Furqaan/25: 64]
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
"Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud...."
[Al-Fat-h/48: 29]
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ
وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
"(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu
sahur." [Ali-'Imran/3: 17].
Dan lain sebagainya dari ayat-ayat al-Qur-an.
Saya katakan, "Barangsiapa yang menginginkan pengetahuan yang
bermanfaat dan faidah yang banyak, hendaknya menelaah penafsiran
ayat-ayat ini dalam kitab-kitab tafsir, karena di sana terdapat
manfaat dan faidah yang amat besar. Saya sengaja tidak memaparkannya
di sini, semata karena komitmen saya untuk membahas secara ringkas dan
tidak mendalam."
Hadits-Hadits Tentang Keutamaan Shalat Malam Dan Anjurannya:
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kepada para
Sahabatnya untuk melakukan shalat malam dan membaca al-Qur-an di
dalamnya. Hadits-hadits yang mengungkapkan tentang hal ini sangat
banyak untuk dapat dihitung. Namun kami hanya akan menyinggung
sebagiannya saja, berikut panda-ngan para ulama sekitar masalah ini.
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ صَلاَةِ الْمَفْرُوْضَةِ، صَلاَةُ اللَّيْلِ.
"Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat yang
dilakukan di malam hari."[9]
Al-Bukhari rahimahullah berkata: "Bab Keutamaan Shalat Malam."
Selanjutnya ia membawakan hadits dengan sanadnya yang sampai kepada
Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa ia berkata: "Seseorang di masa
hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bermimpi
menceritakannya kepada beliau. Maka aku pun berharap dapat bermimpi
agar aku ceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saat aku muda aku tidur di dalam masjid lalu aku bermimpi seakan dua
Malaikat membawaku ke Neraka. Ternyata Neraka itu berupa sumur yang
dibangun dari batu dan memiliki dua tanduk. Di dalamnya terdapat
orang-orang yang aku kenal. Aku pun ber ucap, 'Aku berlindung kepada
Allah dari Neraka!' Ibnu 'Umar melanjutkan ceritanya, 'Malaikat yang
lain menemuiku seraya berkata, 'Jangan takut!' Akhirnya aku ceritakan
mimpiku kepada Hafshah dan ia menceritakannya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda:
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللهِ، لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ.
'Sebaik-baik hamba adalah ‘Abdullah seandainya ia melakukan shalat
pada sebagian malam.'
Akhirnya 'Abdullah tidak pernah tidur di malam hari kecuali hanya
beberapa saat saja."[10]
Ibnu Hajar berkata: "Yang menjadi dalil dari masalah ini adalah sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 'Sebaik-baik hamba adalah
'Abdullah seandainya ia melakukan shalat pada sebagian malam.' Kalimat
ini mengindikasikan bahwa orang yang melakukan shalat malam adalah
orang yang baik."[11]
Ia berkata lagi, "Hadits ini menunjukkan bahwa shalat malam bisa
menjauhkan orang dari adzab."[12]
‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam selalu melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya
pecah-pecah."[13]
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ
نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ: عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيْلٌ
فَارْقُدْ! فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللهَ اِنْحَلَّتْ عُقْدَةٌ،
فَإِنْ تَوَضَّأَ اِنْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى اِنْحَلَّتْ
عُقْدَةٌ، فَأَصْبَحَ نَشِيْطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ
خَبِيْثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ.
"Syaitan mengikat di pangkal kepala seseorang darimu saat ia tidur
dengan tiga ikatan yang pada masing-masingnya tertulis, 'Malammu
sangat panjang, maka tidurlah!' Bila ia bangun lalu berdzikir kepada
Allah, maka satu ikatan lepas, bila ia berwudhu’ satu ikatan lagi
lepas dan bila ia shalat satu ikatan lagi lepas. Maka di pagi hari ia
dalam keadaan semangat dengan jiwa yang baik. Namun jika ia tidak
melakukan hal itu, maka di pagi hari jiwanya kotor dan ia menjadi
malas."[14]
Ibnu Hajar berkata: "Apa yang terungkap dengan jelas dalam hadits ini
adalah, bahwa shalat malam memiliki hikmah untuk kebaikan jiwa
walaupun hal itu tidak dibayangkan oleh orang yang melakukannya, dan
demikian juga sebaliknya. Inilah yang diisyaratkan Allah dalam
firman-Nya:
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu')
dan bacaan di waktu itu lebih terkesan." [Al-Muzzammil/73: 6]
Sebagian ulama menarik kesimpulan dari hadits ini bahwa orang yang
melakukan shalat malam lalu ia tidur lagi, maka syaitan tidak akan
kembali untuk mengikat dengan beberapa ikatan seperti semula."[15]
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْـدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ،
وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ.
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa pada)
bulan Allah yang mulia (Muharram) dan shalat yang paling utama setelah
shalat wajib adalah shalat malam."[16]
An-Nawawi rahimahullah berkata: "Hadits ini menjadi dalil bagi
kesepakatan ulama bahwa shalat sunnah di malam hari adalah lebih baik
daripada shalat sunnah di siang hari."[17]
Ath-Thibi berkata: "Demi hidupku, sungguh, seandainya tidak ada
keutamaan dalam melakukan shalat Tahajjud selain pada firman Allah:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ
يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
"Dan pada sebagian malam hari bershalat ta-hajjudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengang-katmu ke
tempat yang terpuji." [Al-Israa’/17: 79]
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا
وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا
أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a
kepada Rabb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak
mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam
nikmat) yang menyedapkan pandangan mata..." [As-Sajdah/32: 16-17].
Juga ayat-ayat yang lainnya, maka hal itu sudah cukup menjadi bukti
keistimewaan shalat ini."[18]
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash Radhiyallahu anhuma ia menuturkan,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ
إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ: كاَنَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُوْمُ
ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَيَصُوْمُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا.
"Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Dawud
Alaihissallam dan puasa yang paling dicintai Allah juga puasa Nabi
Dawud Alaihissallam. Beliau tidur setengah malam, bangun sepertiga
malam dan tidur lagi seperenam malam serta berpuasa sehari dan berbuka
sehari."[19]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Al-Mahlabi mengatakan Nabi
Dawud Alaihissallam mengistirahatkan dirinya dengan tidur pada awal
malam lalu ia bangun pada waktu di mana Allah menyeru, 'Adakah orang
yang meminta?, niscaya akan Aku berikan permintaannya!' lalu ia
meneruskan lagi tidurnya pada malam yang tersisa sekedar untuk dapat
beristirahat dari lelahnya melakukan shalat Tahajjud. Tidur terakhir
inilah yang dilakukan pada waktu Sahur. Metode seperti ini lebih
dicintai Allah karena bersikap sayang terhadap jiwa yang dikhawatirkan
akan merasa bosan (jika dibebani dengan beban yang berat,-ed) dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا.
'Sesungguhnya Allah tidak akan pernah merasa bosan sampai kalian
sendiri yang akan merasa bosan.'
Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin selalu melimpahkan karunia-Nya dan
memberikan kebaikan-Nya."[20]
Dari Jabir bin 'Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata, aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَـةً، لاَ يُوَافِقُهَا رَجُـلٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ
أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ.
"Sesungguhnya di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang
muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu
itu, maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada
di setiap malam."[21]
An-Nawawi rahimahullah berkata, "Hadits ini menetapkan adanya waktu
dikabulkannya do’a pada setiap malam, dan mengandung dorongan untuk
selalu berdo’a di sepanjang waktu malam, agar mendapatkan waktu
itu."[22]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رَحِمَ اللهُ رَجُـلاً، قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ
اِمْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِيْ وَجْهِهَا الْمَاءَ،
وَرَحِمَ اللهُ اِمْرَأَةً، قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَ
أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِيْ وَجْهِهِ الْمَاءَ.
"Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun di waktu malam lalu
shalat dan ia pun membangunkan isterinya lalu sang istri juga shalat.
Bila istri tidak mau bangun ia percikkan air ke wajahnya. Semoga Allah
merahmati seorang isteri yang bangun di waktu malam lalu ia shalat dan
ia pun membangunkan suaminya. Bila si suami enggan untuk bangun ia pun
memercikkan air ke wajahnya."[23]
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اسْتَيْقَظَ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ فَصَلَّيَا
رَكْعَتَيْنِ جَمِيْعًا، كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا
وَالذَّاكِرَاتِ.
"Barangsiapa yang bangun di waktu malam dan ia pun membangunkan
isterinya lalu mereka shalat bersama dua raka'at, maka keduanya akan
dicatat termasuk kaum laki-laki dan wanita yang banyak berdzikir
kepada Allah."[24]
Al-Munawi berkata, "Hadits ini seperti dikemukakan oleh ath-Thibi
menunjukkan bahwa orang yang mendapatkan kebaikan seyogyanya
menginginkan untuk orang lain apa yang ia inginkan untuk dirinya
berupa kebaikan, lalu ia pun memberikan kepada yang terdekat terlebih
dahulu."[25]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ، صَحَّابٍ فِي
اْلأَسْوَاقِ، جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ، حِمَارٍ بِالنَّهَارِ، عَالِمٍ
بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ اْلآخِرَةِ.
"Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang perilakunya kasar,
sombong, tukang makan dan minum serta suka berteriak di pasar. Ia
seperti bangkai di malam hari dan keledai di siang hari. Dia hanya
tahu persoalan dunia tapi buta terhadap urusan akhirat.'"[26]
Dari Anas Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
جَعَلَ اللهُ عَلَيْكُمْ صَلاَةَ قَوْمٍ أَبْرَارٍ يَقُوْمُوْنَ
اللَّيْلَ وَيَصُوْمُوْنَ النَّهَارَ، لَيْسُوْا بِأَثَمَةٍ وَلاَ
فُجَّارٍ.
“Allah telah menjadikan pada kalian shalat kaum yang baik; mereka
shalat di waktu malam dan berpuasa di waktu siang. Mereka bukanlah
para pelaku dosa dan orang-orang yang jahat.”[27]
Dari 'Abdullah bin Salam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Yang pertama
kali aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
sabda beliau:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ،
وَصِلُوا اْلأَرْحَـامَ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ،
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
"Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah tali
silaturahmi dan shalatlah di malam hari saat manusia tertidur, niscaya
kalian akan masuk ke dalam Surga dengan selamat."[28]
'Abdullah bin Qais mengatakan, bahwa ‘Aisyah Radhiyallahun anhuma
berkata: "Janganlah kalian meninggalkan shalat malam karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya. Jika
beliau sakit atau malas, beliau shalat dalam keadaan duduk."[29]
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَضْلُ صَلاَةِ اللَّـيْلِ عَلَى صَلاَةِ النَّهَارِ، كَفَضْلِ صَدَقَةِ
السِّرِّ عَلَى صَدَقَةِ الْعَلاَنِيَةِ.
"Keutamaan shalat malam atas shalat siang, seperti keutamaan
bersedekah secara sembunyi atas bersedekah secara
terang-terangan."[30]
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu ia menuturkan pula, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنَّ اللهَ يَضْحَكُ إِلَى رَجُلَيْنِ: رَجُلٌ قَـامَ فِيْ
لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ مِنْ فِرَاشِهِ وَلِحَافِهِ وَدِثَارِهِ، فَتَوَضَّأَ
ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَيَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
لِمَلاَئِكَتِهِ: مَا حَمَلَ عَـبْدِيْ هَذَا عَلَى مَا صَنَعَ؟
فَيَقُوْلُوْنَ: رَبُّنَا رَجَاءً مَا عِنْدَكَ وَشَفَقَةً مِمَّا
عِنْدَكَ، فَيَقُوْلُ: فَإِنِّي قَدْ أَعْطَيْتُهُ مَا رَجَا
وَأَمَّنْتُهُ مِمَّا يُخَافُ.
"Ketahuilah, sesungguhnya Allah tertawa terhadap dua orang laki-laki:
Seseorang yang bangun pada malam yang dingin dari ranjang dan
selimutnya, lalu ia berwudhu’ dan melakukan shalat. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman kepada para Malaikat-Nya, 'Apa yang mendorong
hamba-Ku melakukan ini?' Mereka menjawab, 'Wahai Rabb kami, ia
melakukan ini karena mengharap apa yang ada di sisi-Mu dan takut dari
apa yang ada di sisi-Mu pula.' Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku
telah memberikan kepadanya apa yang ia harapkan dan memberikan rasa
aman dari apa yang ia takutkan.'"[31]
Masih banyak lagi hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menjelaskan tentang keutamaan shalat malam, dorongan terhadapnya
dan kedudukan orang-orang yang senantiasa melakukannya.
Atsar Sahabat Dan Kaum Salaf Tentang Keutamaan Shalat Malam Dan Anjurannya
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Sesungguhnya di dalam
Taurat tertulis, 'Sungguh Allah telah memberikan kepada orang-orang
yang lambungnya jauh dari tempat tidur apa yang tidak pernah terlihat
oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah
terlintas dalam hati manusia, yakni apa yang tidak di-ketahui oleh
Malaikat yang dekat kepada Allah dan Nabi yang diutus-Nya.'"[32]
Dari Ya’la bin ‘Atha' ia meriwayatkan dari bibinya Salma, bahwa ia
berkata, "'Amr bin al-'Ash berkata, 'Wahai Salma, shalat satu raka'at
di waktu malam sama dengan shalat sepuluh raka'at di waktu siang."[33]
'Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata, "Seandainya tidak
ada tiga perkara; seandainya aku tidak pergi berjihad di jalan Allah,
seandainya aku tidak mengotori dahiku dengan debu karena ber-sujud
kepada Allah dan seandainya aku tidak duduk bersama orang-orang yang
mengambil kata-kata yang baik seperti mereka mengambil kurma-kurma
yang baik, maka aku merasa senang berjumpa dengan Allah."[34]
Saat menjelang wafatnya Ibnu 'Umar, ia berkata, "Tidak ada sesuatu
yang sangat aku sedihkan di dunia ini selain rasa dahaga di siang hari
dan kelelahan di malam hari."
Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, "Kemulian seseorang terletak
pada shalatnya di malam hari dan sikapnya menjauhi apa yang ada pada
tangan orang lain."[35]
Thalhah bin Mashraf berkata, "Aku mendengar bila seorang laki-laki
bangun di waktu malam untuk melakukan shalat malam, Malaikat
memanggilnya, 'Berbahagialah engkau karena engkau telah menempuh jalan
para ahli ibadah sebelummu.'" Thalhah mengatakan lagi, "Malam itu pun
berwasiat kepada malam setelahnya agar membangunkannya pada waktu di
mana ia bangun." Thalhah mengatakan lagi, "Kebaikan turun dari atas
langit ke pembelahan rambutnya dan ada penyeru yang berseru,
'Seandainya seorang yang bermunajat tahu siapa yang ia seru, maka ia
tidak akan berpaling (dari munajatnya).’”[36]
Dari al-Hasan al-Bashri berkata, “Kami tidak mengetahui amal ibadah
yang lebih berat daripada lelahnya melakukan shalat malam dan
menafkahkan harta ini.”[37]
Al-Hasan juga pernah ditanya, “Mengapa orang yang selalu melakukan
shalat Tahajjud wajahnya lebih indah?” Ia menjawab, “Sebab mereka
menyendiri bersama ar-Rahman (Allah), sehingga Allah memberikan
kepadanya cahaya-Nya.”[38]
Syuraik berkata, “Barangsiapa yang banyak shalatnya di malam hari,
maka wajahnya akan tampak indah di siang hari."[39]
Yazid ar-Riqasyi berkata, "Shalat malam akan menjadi cahaya bagi
seorang mukmin pada hari Kiamat kelak dan cahaya itu akan berjalan
dari depan dan belakangnya. Sedangkan puasa seorang hamba akan
menjauhkannya dari panasnya Neraka Sa'ir."[40]
Wahab bin Munabih berkata, "Shalat di waktu malam akan menjadikan
orang yang rendah kedudukannya, mulia, dan orang yang hina, berwibawa.
Sedangkan puasa di siang hari akan mengekang seseorang dari dorongan
syahwatnya. Tidak ada istirahat bagi seorang mukmin tanpa masuk
Surga."[41]
Al-Awza'i berkata, "Aku mendengar barangsiapa yang lama melakukan
shalat malam, maka Allah akan meringankan siksanya pada hari Kiamat
kelak."[42]
Ishaq bin Suwaid berkata, "Orang-orang Salaf memandang bahwa
berekreasi adalah dengan cara puasa di siang hari dan shalat di malam
hari."[43]
Saya katakan, "Dari pemaparan terdahulu jelaslah bahwa shalat malam
memiliki keutamaan yang besar dan hanya orang yang merugi yang
meninggalkannya."
Kita berlindung kepada Allah dari kerugian dan hanya Dia-lah tempat
memohon pertolongan.
[Disalin dari kitab "Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun" karya
Muhammad bin Su'ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh 'Abdullah
al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Lihat Haasyiyatur Raudhil Murbi’, (II/219).
[2]. Lihat Tafsiir Fat-hul Qadiir oleh as-Syaukani, (V/667).
[3]. Tafsiir ath-Thabari, (XIII/197)
[4]. Ibid (XIII/200).
[5]. Ibid.
[6]. Tafsiir Ibni Katsir (VI/363).
[7]. Baca Haadil Arwaah ilaa Bilaadil Afraah oleh Ibnul Qayyim (hal. 278).
[8]. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam al-Musnadul Kabiir
(IV/373) dari hadits Asma' binti Yazid x. Juga diriwayatkan oleh
al-Mundziri dalam at-Targhiib wat-Tarhiib, (I/215).
[9]. HR. Muslim, kitab ash-Shiyaam bab Fadhli Shaumil Mu-harram, (no. 1163).
[10]. HR. Al-Bukhari, kitab al-Jumu'ah, bab Fadhli Qiyaamul Lail,
(hadits no. 1122) dan Muslim, kitab Fadhaa-ilish Sha-haabah bab Fiqhi
Fadhaa-ili ‘Abdillah bin ‘Umar c, (hadits no. 2479).
[11]. Fat-hul Baarii (III/9).
[12]. Ibid, (III/10).
[13]. HR. Al-Bukhari, kitab Tafsiirul Qur-aan bab Liyaghfirallaahu
laka maa Taqaddama min Dzanbika… (hadits no. 4837) dan Muslim, kitab
Shifatul Qiyaamah bab Iktsaaril A’maal wal Ijtihaadi fil 'Ibaadah
(hadits no. 2820).
[14]. HR. Al-Bukhari, kitab at-Tahajjud, bab 'Aqdisy Syaithaani 'alaa
Qaafiyatir Ra'-si idzza lam Yushshalli bil Lail, (hadits no. 1142) dan
Muslim, kitab Shalaatil Musaafiriin, bab Maa Warada fii man Naamal
Laila Ajma'a hatta Ashbaha, (hadits no. 776).
[15]. Fat-hul Baarii (III/33).
[16]. Telah ditakhrij sebelumnya.
[17]. Lihat Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi (VIII/55).
[18]. Lihat Tuhfatul Ahwadzii bisy Syarh Jaami'it Tirmidzi oleh
al-Mubarakfuri, (II/425).
[19]. HR. Al-Bukhari dalam Shahiihnya kitab Ahaadiitsil Anbiyaa’, bab
Ahabbish Shalaati ilallaah Shalaati Dawud... (hadits no. 3420) dan
Muslim dalam kitab ash-Shiyaam bab an-Nahyi 'an Shawmid Dahr, (hadits
no. 1159).
[20]. Fat-hul Baarii (III/21).
[21]. HR. Muslim dalam kitab Shalaatul Musaafiriin, bab Fil Laili
Saa'tun Mustajaabun fii had Du'aa', (hadits no. 757).
[22]. Lihat Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi (VI/36).
[23]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab Qiyaamul Lail,
(hadits no. 1308), an-Nasa-i dalam kitab Qiyaamul Lail, bab
at-Targhiibu fii Qiyaamil Lail, (hadits no. 1610), Ibnu Majah dalam
kitab Iqaamatush Shalaah, bab Maa Jaa-a fii man Ayqazha Ahlahu minal
Lail, (hadits no. 1336), Ibnu Khuzaimah dalam Shahiihnya, (II/183),
Ibnu Hibban dalam Shahiihnya (VI/306) sebagaimana yang terdapat dalam
al-Ihsaan), al-Hakim dalam al-Mustadrak, (I/309) dengan komentarnya,
"Ini adalah hadits shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Muslim."
Penilaian al-Hakim disepakati pula oleh adz-Dzahabi. Sedangkan
al-'Allamah al-Albani dalam Shahiihut Targhiib (no. 621) menilai
hadits ini hasan.
[24]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab al-Hatstsu 'ala
Qiyaamil Lail, (hadits no. 1451), Ibnu Majah, dalam kitab Iqaamatish
Shalaah, bab Maa Jaa-a fii man Ayqazha Ahlahu minal Lail, (1339), Ibnu
Hibban dalam Shahiihnya, (VI/307) sebagaimana dalam al-Ihsaan,
al-Hakim (I/316) dan ia berkata, "Ini adalah hadits shahih sesuai
kriteria al-Bukhari dan Muslim, hanya saja keduanya tidak
mengeluarkannya." Penilaian ini disepakati oleh adz-Dzahabi. Hadits
ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiihul Jaami' (hadits no.
330).
[25]. Lihat Faidhul Qadiir oleh al-Munawi, (IV/25).
[26]. HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, (X/194) dan al-Albani
dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (hadits no. 195) menilai
hadits ini shahih.
[27]. HR. 'Abd bin Humaid, (II/147) dan adh-Dhiya' al-Maqdisi dalam
al-Mukhtaarah, (V/74), melalui jalur periwayatan yang bersumber dari
'Abd bin Humaid. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam
Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (hadits no. 1810).
[28]. HR. At-Tirmidzi dalam kitab Shifatil Qiyaamah bab Minhu…,
(hadits no. 2485). Beliau mengomentari hadits ini dengan mengatakan,
"Ini adalah hadits yang shahih." Hadits ini juga dikeluarkan Ahmad
dalam Musnadnya, (hadits no. 23272) dan ad-Darimi dalam Sunannya,
(hadits no. 1460). Al-Hakim mengatakan, "Hadits ini sanadnya shahih,"
lihat al-Mustadrak, (IV/176).
[29]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab Qiyaamil Lail,
(hadits no. 1307), Ahmad dalam Musnadnya, (hadits no. 25583), al-Hakim
dalam al-Mustadraknya, (I/452). Al-Hakim berkata, "Hadits ini shahih
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Muslim." Penilaian al-Hakim
disetujui oleh adz-Dzahabi.
[30]. HR. Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd, (hal. 8) dan Abu Nu'aim dalam
al-Hilyah, (IV/166). Al-Haitsami (II/251) berkata, "Hadits ini
diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jamul Kabiir dan para
perawinya adalah tsiqah."
[31]. HR. Ahmad, (I/416), Ibnu Hibban (VI/297, sebagaimana yang
terdapat dalam al-Ihsaan), al-Hakim, (II/112), Ibnu 'Ashim dalam
as-Sunnah, (I/249). Al-Hakim berkata: "Sanad hadits ini shahih."
Penilaian al-Hakim disetujui oleh adz-Dzahabi. Sedangkan al-Haitsami
dan al-Albani menilainya hasan.
[32]. HR. Al-Marwazi. Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 36) dan
al-Hakim dalam al-Mustadrak, (II/414). Al-Hakim menilai hadits ini
shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[33]. Lihat ash-Shalaah wat Tahajjud oleh Ibnu al-Khirath, (298).
[34]. Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal. 62).
[35]. Ibid (hal. 63).
[36]. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Aajuri dalam Fadhlu Qiyaamil
Laili wat Tahajjud (hal. 58).
[37]. Lihat ash-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 298).
[38]. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Marwazi. Lihat Mukhtashar
Qiyaamil Lail (hal. 58).
[39]. Lihat al-Kaamil karya Ibnu 'Adi, (II/526). Komentar saya
(penulis): Sebagian ulama ada yang menisbatkan ini kepada sabda Nabi
dan penisbatan ini tidak benar. Ibnul Jauzi menyebutkan atsar ini
dalam al-Maudhuu'aat, (II/109) dan Ibnu Thahir dalam Tadzkiratul
Maudhuu'aat, (hal. 351). Kisah atsar ini selengkapnya adalah seperti
berikut:Tsabit bin Musa, seorang zahid, datang kepada Syuraik
al-Qadhi, sedang al-Mustamli ada di depannya. Syuraik mengatakan
al-A'masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan dari Jabir, ia
menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
-tanpa menyebut matan haditsnya-, lalu ketika ia memandang Tsabit ia
berkata, "Barangsiapa yang selalu melakukan shalat di malam hari maka
wajahnya akan tampak indah di siang hari." Yang dimaksudkan dengan
ucapannya itu adalah Tsabit bin Musa karena kezuhudannya, lalu Tsabit
mengira bahwa ia meri-wayatkan hadits ini bersumber dari Nabi (hadits
marfu') dengan sanad ini. Lihat perkataan as-Sakhawi dalam Fat-hul
Mughiits (I/311).
[40]. Lihat as-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 298).
[41]. Ibid, (299).
[42]. Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 66).
[43]. Ibid, (hal. 67).
http://almanhaj.or.id/content/3499/slash/0/keutamaan-shalat-malam-dan-anjurannya/