Selasa, 18 Desember 2012

Rabu, 12 Desember 2012

National Library For Children and Young Adults at Gangnam-Gu


Seoul Samsung Elementary School ( Near My Dormitory...)


Mencatat Faidah: Tips Mudah dalam Mengumpulkan Banyak Ilmu

A. Muqaddimah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ :
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya (2699) sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”.
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Menempuh jalan menuntut ilmu memiliki dua makna:
  • Pertama: Secara hakekat, yaitu melangkahkan kaki untuk menghadiri majlis ilmu
  • Kedua: Lebih luas, yaitu menempuh berbagai cara yang mengantarkan menuju ilmu seperti menulis, menghafal, mempelajari, mengulangi, memahami dan lain sebagainya.[1]
Di antara cara menimba ilmu yang sangat bermanfaat sekali adalah menghimpun fawaid (faedah) yang kita dengar, lihat, baca dan sebagainya. Nah, rubrik baru ini merupakan suatu contoh bagi saudara-saudara kami yang haus ilmu. Kami berdoa kepada Allah agar memberikan manfaat dan pahala atasnya serta contoh bagi para penuntut ilmu, karena barangsiapa memberikan contoh yang baik dalam Islam maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya hingga hari kiamat[2].
Namun sebelumnya perlu kiranya kita menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan fawaid dan apa manfaatnya?! Inilah yang ingin kita bahas terlebih dahulu pada edisi kali ini. Kita memohon kepada Allah agar menambahkan kepada ilmu yang bermanfaat, keimanan dan amal shalih. Amin.

B. Defenisi Al-Fawaid

Al-Fawaid diambil dari bahasa Arab  الْفَوَائِدُ )) bentuk jama’ (plural) dari kata mufradnya (tunggal) (   ( الْفَائِدَةُyang secara bahasa artinya adalah setiap yang engkau dapatkan berupa ilmu, harta dan sebagainya.[3]
Adapun maksud Al-Fawaid dalam pengertian para penulis kitab adalah sebuah kitab yang menghimpun beberapa masalah yang beraneka macam mutiara ilmu dan hal-hal penting yang diperoleh oleh seorang selama perjalanan panjangnya bersama ilmu, ulama’, kitab, fakta dan sebagainya yang tidak hanya terbatas pada satu bidang tertentu saja, tetapi mencakup banyak bidang ilmu; tafsir, hadits, akhlak, bahasa, syair, tarikh, kisah, fatwa dan lain sebagainya[4].

C. Manfaat Menghimpun Al-Fawaid

Mengetahui buah sebuah bidang ilmu sangatlah bermanfaat sekali, sebab dengan hal itu kita akan terdorong untuk lebih perhatian dan semangat meraihnya. Adapun manfaat menghimpun fawaid sangatlah banyak sekali, diantaranya:

1. Menjaga dan Mengikat Ilmu
Tulisan sangat penting untuk menjaga ilmu, lebih meresap dalam hafalan, memudahkan kita untuk membaca ulang terutama apabila dibutuhkan, bisa dibawa ke sana-kemari dan lain sebagainya. Betapa seringnya seorang yang menyepelekan sebuah faedah karena mengandalkan hafalannya seraya mengatakan: “Ah, gampang, insyallah saya tidak lupa”, akhirnya dia lupa dan berangan-angan aduhai seandainya dahulu dia menulisnya!!. Oleh karena itu, camkanlah baik-baik nasehat Sya’bi:
“Apabila engkau mendengar sesuatu, maka tulislah sekalipun di tembok”.
  • Imam Syafi’I juga pernah bertutur:
الْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ قَيْدُهُ                     قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقَهْ
فَمِنَ الْحَمَاقَةِ أَنْ تَصِيْدَ غَزَالَةً وَتَتْرُكَهَا بَيْنَ الْخَلاَئِقِ طَالِقَهْ
Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja.[5]

2. Menambah Khazanah Ilmu Pengetahuan

Banyak diantara kita yang telah lama menghadiri majlis taklim dan banyak membaca buku atau majalah, tetapi dia merasa bahwa dia tidak memiliki kekuatan ilmu, padahal seandainya dia mau rajin mencatat masalah-masalah ilmu yang penting dalam sebuah daftar khusus, menyusunnya, kemudian dia sering membacanya berulang-ulang, niscaya dengan izin Allah dia akan merasa bahwa dirinya memiliki bahan yang cukup banyak, baik untuk menyampaikan khutbah, pengajian, tulisan, cerita dan lain sebagainya. Semua ini telah kami coba dan hasilnyapun sangat memuaskan, maka cobalah sendiri wahai saudaraku yang mulia.
وَمَنْ لَمْ يُجَرِّبْ لَيْسَ يَعْرِفْ قَدْرَهُ                      فَجَرِّبْ تَجِدْ تَصْدِيْقَ مَا ذَكَرْنَاه
Barangsiapa belum mencoba, maka belum tahu hasilnya
Cobalah sendiri, niscaya kamu akan tahu kejujuran ucapan saya.[6]

3. Barang Simpanan Di Masa Tua

Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid berkata:
“Diantara faedah menghimpun fawaid yang paling berharga adalah ketika di saat lanjut usia dan badan telah lemah, dia akan memliki bahan materi yang dapat dia nukil tanpa susah payah harus mencari-cari lagi”.[7]
Sebagai contoh al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan tentang hadits Umar tentang niat:
“Saya telah meneliti jalur riwayat hadits ini dalam kitab-kitab hadits yang populer dan kitab-kitab kecil semenjak aku menuntut ilmu hadits sampai sekarang, namun saya tidak mendapatkan lebih dari seratus jalur”.[8].
Menarik juga ucapan Syaikh Abdul Muhsin Abbad tentang dirinya:
“Kenanganku yang paling menarik adalah buku-buku kurikulum dan buku tulisku ketika sekolah dulu semenjak ibtidai’yah, mutawassitah, tsanawiyah dan jami’ah, semuanya masih ada dalam lemariku sampai sekarang”.[9]
D. Potret Salaf Dalam Menghimpun Al-Fawaid[10]

Apabila anda membaca sejarah para ulama dan bagaimana semangat mereka dalam memanfaatkan waktu dan mencatat faedah, niscaya anda akan terheran-heran!!
لاَ تَعْرِضَنَّ لِذِكْرِنَا بِذِكْرِهِمْ                 لَيْسَ الصَّحِيْحُ إِذَا مَشَى كَالْمُقْعَدِ
Janganlah kamu bandingkan kami dengan mereka
Orang sehat tidak sama jalannya dengan orang sakit.
Berikut sekelumit contoh kabar tentang mereka:
  • Imam Bukhari yang digelari sebagai “jabal Hifzh” (hafalannya seperti gunung), beliau bangun berkali-kali dalam satu malam untuk mencatat faedah. Berkata al-Firabri:
“Pada suatu malam, saya pernah bersama Muhammad bin Ismail (Bukhari) di rumahnya, saya menghitung dia bangun dan menyalakan lampu untuk mengingat ilmu dan mencatatnya sebanyak delapan belas kali dalam satu malam”.[11]
  • Imam Syafi’I (204 H) yang namanya taka asing lagi bagi kita  Kawannya al-Humaidi menceritakan bahwa dirinya tatkala di Mesir pernah keluar pada suatu malam, ternyata lampu rumah Syafi’I masih nyala. Tatkala dia naik ternyata dia mendapati kertas dan alat tulis. Dia berkata: Apa semua ini wahai Abu Abdillah (Syafi’i)?! Beliau menjawab: Saya teringat tentang makna suatu hadits dan saya khawatir akan hilang dariku, maka sayapun segara menyalakan lampu dan menulisnya”.[12]
  • Abul Qashim bin Ward at-Tamimi (540 H). Diceritakan oleh Ibnu Abbar al-Hafizh bahwa beliau tidak mendapatkan sebuah kitabpun kecuali dia menelaah bagian atas dan bawahnya, kalau beliau menjumpai sebuah faedah padanya maka beliau salin di kertas miliknya sehingga terkumpul banyak sekali.[13]
  • Az-Zarkasyi (794 H). Diceritakan oleh Ibnu Hajar bahwa beliau sering sekali pergi ke pasar buku, kalau dia datang ke sana dia menelaah di toko buku sepanjang siang, dia menulis masalah-masalah yang menarik di sebuah kertas, kemudian apabila dia pulang ke rumah dia salin ke kitab-kitab karyanya.[14]
  • Para ulama banyak membukukan fawaid mereka dalam kitab tersendiri. Sebut misalnya,
  1. Kitab Al-Funun oleh Ibnu Aqil yang merupakan kitab terbesar dalam masalah ini,
  2. Shaidhul Khathir oleh Ibnul Jauzi,
  3. Qaidul Awabid oleh ad-Daghuli sebanyak empat ratus jilid,
  4. Bada’I Fawaid dan Al-Fawaid oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,
  5. At-Tadzkirah oleh al-Kindi dalam lima puluh jilid,
  6. Majma’ Fawaid wa Manba’ Faraid oleh al-Miqrizi sebanyak seratus jilid,
  7. Tadzkirah Suyuthi sebanyak lima puluh jilid
  8. dan masih banyak lagi lainnya.
E. Beberapa Masalah Tentang Al-Fawaid

Untuk melengkapi bahasan ini ada beberapa permasalahan penting yang perlu untuk diperhatikan bersama seputar masalah fawaid sebagai berikut:

1. Jangan Meremehkan Faedah!!
Jangan sekali-kali menganggap sepele sebuah faedah, karena satu faedah diremehkan kemudian diremehkan kemudian diremehkan kalau dikumpulkan maka akan terkumpul banyak sekali.
  • Imam Nawawi menasehatkan kepada para penuntut ilmu agar mencatat hal-hal berharga yang dia peroleh baik ketika menelaah kitab atau mendengar dari seorang guru:
“Janganlah dia meremehkan suatu faedah yang dia dapatkan atau dengar dalam bidang apapun, tetapi hendaknya dia segera mencatat dan sering berulang-ulang membaca kembali catatannya”.
Beliau juga menasehatkan:
“Janganlah dia menunda untuk mencatat sebuah faedah sekalipun dia menganggapnya mudah, sebab betapa banyak kecacatan dikarenakan menunda, apalagi di waktu lain dia akan mendapatkan ilmu baru lagi”.[15]
Sebuah nasehat yang sangat berharga dari Imam Nawawi, peganglah erat-erat nasehat ini niscaya engkau akan mendapatkan manfaat yang besar. Sungguh, betapa banyak diantara kita yang kecewa dan mengeluh karena dia tidak mencatat ilmu yang dia peroleh atau berpedoman pada hafalannya, tetapi hafalan pun pudar tidak dapat membantunya. Coba bayangkan orang seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar yang dikenal sebagai ulama kondang saja beliau pernah kecewa karena tidak mencatat sebagian faedah dalam bidang tafsir.[16] Lantas bagaimana kiranya dengan kita?!!

2. Jangan Sembunyikan Faedah
Terkadang terlontar sebuah permasalahan di sebuah majlis sesama penuntut ilmu atau sesama kawan sendiri, sedangkan engkau tahu jawabannya yang seandainya mereka mendengarnya darimu niscaya akan memperoleh faedah yang cukup banyak. Namun terkadang Syetan membisikkan padamu: “Kalau kamu sampaikan ilmu ini, niscaya mereka akan tahu dan menukilnya kepada manusia tetapi kebaikanmu tidak disebut sama sekali”. Saudaraku, lemparlah jauh-jauh bisikan Syetan ini, sebab orang seperti ini tidak akan berbarokah ilmunya, dan kamu tahu sendiri ancaman bagi orang yang menyembunyikan ilmu. Keluarkanlah faedahmu dengan segera, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu.[17]


3. Sandarkan Kepada Ahlinya

Dahulu dikatakan: “Termasuk keberkahan ilmu engkau menyandarakannya kepada ahlinya”.[18]
إِذَا أَفَادَكَ إِنْسَانٌ بِفَائِدَةٍ                      مِنَ الْعُلُوْمِ فَأَدْمِنْ شُكْرَهُ أَبَدَا
وَقُلْ فُلاَنٌ جَزَاهُ اللهُ صَالِحَةً    أَفَادَنِيْهَا وَأَلْقِ الْكِبْرَ وَالْحَسَدَا
Apabila ada seorang yang memberikan faedah kepadamu
Berupa ilmu maka banyaklah terima kasih padanya selama-lamanya
Katakanlah: Semoga Allah membalas si fulan dengan kebaikan
Karena dia telah memberiku faedah, tinggalkan kesombongan dan kedengkian[19].
Terkadang kita mendapatkan sebuah faedah berharga dari seorang kawan yang telah susah payah mendapatkannya, tetapi setelah itu kita menasabkannya kepada diri kita sendiri tanpa mengingat jerih payah saudara kita. Jangan, sekali-kali jangan, hindarilah perangai jelek ini. Hargailah jasa orang lain padamu, semoga Allah memberkahi ilmumu.

4. Jangan Lupa Muraja’ah

Apabila anda telah memiliki buku yang menghimpun masalah-masalah penting ini, maka seringlah anda membacanya berkali-kali, baik dengan diajarkan kepada orang lain secara lisan maupun tulisan, atau sekedar dibaca sendiri karena ilmu apabila tidak sering diulang-ulang maka lambat laun akan pudar dari ingatan. Diceritakan oleh Ibnul Jauzi bahwa ada seorang alim yang mengulang-ngulang pelajaran di rumahnya berkali-kali.
Seorang nenek tua akhirnya berkomentar: “Demi Allah, aku telah menghafalnya”.
Sang alimpun menyuruh nenek tadi supaya mengulanginya dan diapun dapat mengulanginya.
Setelah beberapa hari kemudian, sang alim berkata kepada nenek tadi: “Nek, coba ulangi pelajaran waktu itu”.
Si nenek menjawab: “Kalau sekarang ya saya sudah lupa”.
Si alim berkata: “Saya selalu mengulang hafalanku berkali-kali agar supaya tidak menimpaku  apa yang telah menimpamu”.[20]

F. Akhirul Kalam

Saudaraku, perjalanan menimba ilmu begitu panjang sekali sebagaimana kata Nabi:
مَنْهُوْمَانِ لاَ يَشْبَعَانِ : طَالِبُ عِلْمٍ وَ طَالِبُ دُنْيَا
Dua orang yang bergairah tidak pernah kenyang; penuntut ilmu dan pemburu dunia.[21]
Sebagain ulama mengatakan:
“Penuntut ilmu hadits bersama tinta hingga ke liang kuburan”.
Pernah dikatakan kepada Imam Ibnu Mubarak:
“Seandainya saja engkau dihidupakan kembali setelah mati, apa yang ingin kamu lakukan? Beliau menjawab: Aku akan menuntut ilmu hingga malaikat maut mencabut nyawa untuk kedua kalinya”.
Oleh karena itu, bersemangatlah wahai saudaraku -semoga Allah menjagamu- untuk menambah bekal ilmu dan jangan pernah sekali-kali meninggalkan ilmu.[22] Wallahu A’lam.


Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
www.abiubaidah.com
.

CATATAN KAKI:

[1] Risalah Waratsah Anbiya’ Syarh Hadits Abi Darda’hal. 12.
[2] Al-Muntaqa Min Faraid Fawaid hal. 3 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
[3] Ash-Shihah oleh Al-Jauhari 2/521.
[4] Muqaddimah Fawaid Al-Fawaid Ali Hasan al-Halabi hal. 7
[5] Diwan Syafi’I hal. 103
[6] Mandzumah ash-Shan’ani fil Hajj hal. 83
[7] Hilyah Thalib Ilmi hal. 261 -Syarh Ibnu Utsaimin.
[8] Fathul Bari 1/15.
[9] Akhir kitab Ar-Radd Ala Man Kadzdzaba Ahadits Shahihah Anil Mahdi.
[10] Lihat Al-Musyawwiq Ila Qira’ah wa Thalabi Ilmi oleh Ali bin Muhammad al-Imran hal. 121-122
[11] Siyar A’lam Nubala’ 12/404.
[12] Adab Syafi’I wa Manaqibuhu Ibnu Abi Hatim hal. 44-45.
[13] Mu’jam Ashhabi ash-Shadafhi hal. 25
[14] Ad-Durar Al-Kaminah 3/397-398.
[15] Al-Majmu’ 1/38-39.
[16] Al-Jawahir wa Ad-Durar ash-Sakhawi 2/611.
[17] Ma’alim fi Thalabi Ilmi Abdul Aziz as-Sadhan hal. 290.
[18] Bustanul Arifin hal. 29, an-Nawawi
[19] Dzail Thabaqat Hanabilah Ibnu Rajab2/87
[20] Al-Hatstsu Ala Hifdzi Kitab hal. 21
[21] Shahih Jami’ 5/374.
[22] Ma’alim fi Thalabi Ilmi Abdul Aziz as-Sadhan hal. 322.
.

Kamis, 06 Desember 2012

Rahasia Mustajabnya Berdoa Tatkala Sujud


Semakin seorang hamba menunjukkan kehinaan dan kerendahannya maka
semakin disukai oleh Allah.
Inilah rahasia kenapa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ
فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
"Kondisi hamba paling dekat dengan Robbnya adalah tatkala ia sedang
sujud, maka perbanyaklah doa" (HR Muslim no 482)

Juga sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :
فَأَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوا فِيْهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ
وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ
يُسْتَجَابَ لَكُمْ
"Adapun ruku' maka agungkanlah Allah padanya, dan adapun sujud maka
bersungguh-sungguhlah tatkala berdoa, karena lebih mustajab dikabulkan
bagi kalian" (HR Muslim no 479)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata tentang kondisi ruku' dalam sholat,

"Maka iapun menyambut keagungan Allah dengan kehinaan dan ketundukan
serta kerendahan. Ia telah menundukkan kepalanya dengan penuh
ketenangan, ia bungkukkan punggungnya, dan Robbnya di atasnya melihat
kerendahan dan kehinaannya serta mendengarkan pembicaraannya. Maka
ruku' merupakan rukun sholat dalam pengagungan Allah, sebagaimana
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

أَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوا فِيْهِ الرَّبَّ
"Adapun ruku' maka agungkanlah Allah padanya !!"

Lalu setelah itu iapun bangkit berdiri seraya memuji Robnya dengan
pujian-pujian yang sempurna dan terluas, bahwasanya Allah memang
adalah Dzat yang berhak untuk dipuji…lalu iapun bertakbir dan
tersungkur sujud dengan mesujudkan bagian tubuhnya yang paling mulia
yaitu wajahnya, maka iapun menyungkurkan wajahnya ke tanah dengan
penuh kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah. Sungguh seluruh
tubuhnya memosisikan dan mengambil bagian dari kehinaan dan
kerendahan. Bahkan sampai-sampai ruas-ruas dan ujung-ujung jarinya
juga mengambil bagian kehinaan dan kerendahannya… dan disukai jika ia
menekankan jidatnya ke pasir sehingga terdorong ke arah depan sehingga
jadilah kepalanya menjadi yang paling rendah dari bagian tubuh yang
lain sebagai bentuk kesempurnaan dalam penghinaan dan perendahan diri
di hadapan Dzat yang memiliki seluruh keperkasaan dan keagungan. Ini
adalah perkara yang sangat ringan yang merupakan hak Allah yang harus
ditunaikan oleh hambaNya. Kalau seandainya sang hamba terus sujud
semenjak ia diciptakan hingga ia meninggal maka ia tidak akan mampu
untuk menunaikan hak Robbnya !!!.

Setelah itu iapun diperintahkan untuk mengucapkan سُبْحَانَ رَبِّيَ
الأَعْلَى "Maha suci Allah Yang Maha Tinggi", maka iapun mengingat
ketinggian Allah dalam kondisi ia paling rendah, serta ia mensucikan
Allah dari kondisi semisal kondisinya (dari segala kerendahan). Dzat
yang di atas segala sesuatu dan lebih tinggi di atas segalanya
disucikan dari segala bentuk dan makna kerendahan, karena Dialah Yang
Maha Tinggi dengan meliputi seluruh makna tinggi. Dan tatkala ini
(sujud) merupakan puncak kerendahan dan kehinaan seorang hamba maka
jadilah Allah paling dekat dengan hamba-Nya tatkala dalam kondisi ini,
dan jadilah ia diperintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa
karena kedekatannya dengan Allah Yang Maha Dekat dan Maha Mengabulkan
Doa. Allah telah berfirman ;
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
"Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)" (QS Al-'Alaq : 19).

Dan ruku' seakan-akan merupakan muqoddimah (pembuka) dan pendahuluan
sebelum sujud, maka ia (orang yang sholat) pun berpindah dari
kerendahan (tatkala ruku') kepada kerendahan dan kehinaan yang lebih
sempurna dan lebih tinggi derajatnya (yaitu tatkala sujud). Dan antara
ruku' dan sujud dipisahkan dengan suatu rukun (yaitu i'tidal) yang
seorang hamba bersungguh-sungguh dalam memuji, menyanjung, serta
mengagungkan Allah. Dan ia menjadikan sebelumnya (sebelum i'tidal)
kerendahan (ruku') dan setelah i'tidal kerendahan yang lain (yaitu
sujud), dan ia menjadikan kerendahan sujud setelah pujian, sanjungan,
dan pengagungan (yang diucapkan tatkala i'tidal-pen)…

Perhatikanlah urutan/tertib yang menakjubkan ini,
perpindahan-perpindahan posisi dalam kondisi-kondisi penyembahan?...

Dan tatkala kondisi beribadah yang terbaik dalam sholat adalah sujud
maka disyari'atkan untuk diulang, dan dijadikan sujud sebagai penutup
raka'at sholat yang dibuka dengan bacaan al-Qur'an, dan merupakan
kesesuaian dengan surat Al-'Alaq yang dibuka dengan perintah membaca
al-Qur'an dan ditutup dengan perintah untuk sujud…" (Syifaa al-'Aliil
228-229)

Al Madinah Al Nabawiyah, 17-01-1434 H / 01 Desember 2012 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com

BERKELUH KESAHLAH HANYA KEPADA ALLOH

BERKELUH KESAHLAH HANYA KEPADA ALLAH


Fenomena yang sering terjadi adalah banyak orang yang mengeluhkan
problemnya kepada orang lain…bahkan terkadang keluhan tersebut mereka
cantumkan dalam status facebook mereka, atau Blackberry atau Twitter,
mereka terkadang melakukan demikian karena mengharapkan belas kasih
dari sahabat-sahabat mereka yang membaca status mereka tersebut.
Mereka mengeluhkan kondisi mereka, kemiskinan mereka, kesulitan yang
mereka hadapi kepada orang lain. Bahkan diantara mereka tidak jarang
yang mengeluh sambil menunjukkan “nada protes” dengan keputusan Allah
yang Allah taqdirkan kepadanya.

Seorang salaf tatkala melihat ada seseorang yang mengeluhkan
kondisinya kepada orang lain maka ia berkata :
وَإِذَا شَكَوْتَ إِلَى ابْنِ آدَمَ إِنَّمَا ... تَشْكُو الرَّحِيْمَ
إِلَى الَّذِي لاَ يَرْحَمُ
Jika engkau mengeluhkan (kondisimu) kepada anak Adam maka sesungguhnya…
Engkau sedang mengeluhkan Allah Yang Maha Penyayang kepada anak Adam
yang bukan penyayang…

Marootib (tingkatan-tingkatan) Keluhan

Sesungguhnya mengeluh ada tiga tingkatan:
Pertama : Seseorang mengeluh kepada Allah tentang dirinya sendiri. Ia
merasa bahwa segala kondisi buruk yang menimpanya adalah karena
dirinya sendiri, seraya mengingat firman Allah :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu). (QS Asy-Syuuroo : 30)

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
"Dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri" (QS An-Nisaa' : 79)

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا
قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
"Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada
musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana
datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri". (QS Aali 'Imroon : 165)

Ini adalah keluhan yang terbaik, yang muncul dari seseorang yang
mengenal hakikat dirinya dan mengakui keagungan dan keadilan Allah.

Kedua : Seseorang mengeluh kepada Allah tentang kondisi orang lain,
atau tentang sikap buruk orang lain kepadanya. Ini adalah bentuk
keluhan yang tengah.

Ketiga : Seseorang yang mengeluhkan kepada orang lain (makhluk)
tentang keputusan Allah. Dan ini merupakan bentuk keluhan yang
terburuk. (Lihat Al-Fawaaid li Ibnil Qoyyim hal 87-89)

Mengeluh Kepada Allah Meskipun Pada Perkara Yang Dianggap Sepele

Allah adalah Pencipta yang suka jika hambaNya mengeluh dengan berdoa
kepadanya seraya menunjukkan kelemahan, kehinaan, dan ketidak mampuan
sang hamba di hadapanNya.
Allah berfirman :
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan" (QS
An-Naml : 62)

اللهَ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ ... وَبَنِي آدَمَ حِيْنَ
يُسْأَلُ يَغْضَبُ
"Allah marah jika engkau tidak meminta kepadaNya…dan anak Adam jika
engkau meminta kepadanya iapun marah"

Seseorang disukai untuk mengeluhkan segala keluh kesahnya, bahkan
dalam hal-hal yang menurutnya sepele.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لِيَسْأَلَ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَهُ
شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ
"Hendaknya salah seorang dari kalian meminta kepada Robnya seluruh
kebutuhannya (hajatnya) bahkan sampai untuk memperbaiki tali sandalnya
jika terputus" (HR At-Thirmidzi, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam
Al-Misykaat no 2251, akan tetapi dalam sanad hadits ini ada
pembicaraan, sehingga Al-Albani berubah pendapatnya dan melemahkannya
di Ad-Do'iffah no 1362. Namun makna hadits ini tentu benar tanpa
diragukan lagi, karena berdo'a adalah ibadah, dan seorang hamba
disukai berdoa kepada Allah dalam segala hal dan kondisi)

Allah berfirman mengisahkan tentang permohonan Nabi Musa 'alaihis
salam yang kelaparan:

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ
يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ (٢٢)وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ
وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ
دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا
نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
(٢٣)فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي
لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

"Dan tatkala Nabi Musa menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa
(lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar". Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai
di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat
(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?"
kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),
sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang
bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa
memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian Dia
kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku
sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". (QS
Al-Qoshos : 22-24)

Ibnu Abbaas radhiallahu 'anhumaa berkata :

سَارَ مُوْسَى مِنْ مِصْرَ إِلَى مَدْيَنَ، لَيْسَ لَهُ طَعَامٌ إِلاَّ
الْبَقْلَ وَوَرَقَ الشَّجَرِ، وَكَانَ حَافِيًا فَمَا وَصَلَ مَدْيَنَ
حَتَّى سَقَطَتْ نَعْلُ قَدَمِهِ. وَجَلَسَ فِي الظَّلِّ وَهُوَ صَفْوَةُ
اللهِ مِنْ خَلْقِهِ، وَإِنَّ بَطْنَهُ لاَصِقٌ بِظَهْرِهِ مِن
الْجُوْعِ...وَإِنَّهُ لَمُحْتَاجٌ إِلَى شَقِّ تَمْرَةٍ

"Nabi Musa berjalan dari negeri Mesir menuju negeri Madyan, ia tidak
memiliki makanan kecuali mentimun dan daun-daun pohon. Ia tidak
memakai alas kaki, karena tatkala sampai di negeri Madyan sendalnya
putus. Lalu ia duduk dibawah rindangan pohon –padahal ia adalah orang
yang dipilih Allah- dan perutnya telah menempel dengan punggungnya
karena saking laparnya,... Dan sesungguhnya ia sangat membutuhkan
sepenggal butir kurma" (Tafsir Ibnu Katsir 6/227)

Lihatlah Nabi Musa 'alaihis salam dengan tanpa ragu-ragu memohon dan
berdoa kepada Allah karena kelaparan. Bukankah dalam hadits qudsi
Allah berfirman :

يَا عِبَادِي! كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ؛
فَاسْتَطْعِمُوْنِي أُطْعِمْكُمْ.
"Wahai hamba-hambaKu, kalian seluruhnya lapar kecuali yang Aku berikan
makanan kepadanya, maka mintalah makanan kepadaku niscaya Aku akan
berikan kepada kalian." (HR Muslim no 2577)

Seseorang hendaknya tidak ragu-ragu untuk menunjukkan kebutuhannya dan
kehinaannya kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai hal tersebut
nampak pada hamba-hambaNya.

As-Syaikh As-Si'di berkata ;
استِحْبَابُ الدُّعَاءِ بِتَبْيِيْنِ الْحَالِ وَشَرْحِهَا، وَلَوْ كَانَ
اللّهُ عَالِمًا لَهَا، لِأَنَّهُ تَعَالَى، يُحِبُّ تَضَرُّعَ عَبْدِهِ
وَإِظْهَارَ ذُلِّهِ وَمَسْكَنَتِهِ
"Disunnahkan berdoa dengan menjelaskan kondisi kesulitan yang
dihadapi, meskipun Allah mengetahui kondisi tersebut, karena Allah
ta'aala menyukai perendahan hamba dan sang hamba yang menunjukkan
kehinaan dan kelemahannya." (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 618)

Mengeluh Kepada Allah Sunnah Para Nabi

Karenanya berdoa dengan menunjukkan kehinaan dan kerendahan merupakan
sunnah para nabi, dan hal ini sama sekali tidak mengurangi kesabaran
mereka.

Allah berfirman
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ
أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku),
Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang
Maha Penyayang di antara semua Penyayang". (QS Al-Anbiyaa' : 83)

Lihatlah Nabi Ayyub 'alaihis salaam mengeluhkan kondisinya kepada
Allah, akan tetapi hal ini sama sekali tidak mengurangi kesabaran.
Justru inilah yang disukai oleh Allah, tatkala seseorang menampakkan
kekurangan dan kebutuhannya kepada Allah. Karenanya Allah berkata
tentang Ayyub :
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
"Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah
Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia Amat taat (kepada Tuhan-nya)" (QS
Shood : 44)

Allah juga berfirman tentang Nabi Ya'quub 'alaihis salaam;
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ
اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan
kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu
tiada mengetahuinya." (QS Yuusuf : 86)

Dan Allah telah menyebutkan tentang janji Ya'quub untuk menjadi orang
yang sabar,
وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ
أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى
مَا تَصِفُونَ
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah
palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang
baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah
(kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap
apa yang kamu ceritakan." (QS Yuusuf : 18)

Allah juga berfirman:
قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ
Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan
(yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku).
Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku;
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS
Yuusuf : 83)

Mengeluh yang tercela adalah keluhan yang menunjukkan protes atau rasa
marah terhadap taqdir Allah. Adapun mengeluh kepada Allah dengan
menunjukkan kelemahan dan kehinaan serta ketidakmampuan dalam rangka
untuk meminta pertolongan Allah, maka inilah yang disukai oleh Allah
dan terpuji. Bahkan Allah menguji para hamba-Nya agar terdengar
keluhan mereka, doa, dan permohonan mereka kepada-Nya. Dan Allah tidak
suka dengan sikap mereka yang sok tegar dan tidak mau mengeluhkan
keluhan mereka kepada Allah. (Lihat penjelasan Ibnul Qoyyim
rahimahullah dalam Ar-Ruuh hal 259)

Al Madinah Al Nabawiyah, 17-01-1434 H / 01 Desember 2012 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
http://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/346-berkeluh-kesahlah-hanya-kepada-allah

Waktu-Waktu Terkabulnya Do’a

Berdoa Di Waktu Yang Tepat

Diantara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut  dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir

Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang berdoa disepertiga malam yang terakhir. Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya:

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون
Ketika waktu sahur (akhir-akhir malam), mereka berdoa memohon ampunan” (QS. Adz Dzariyat: 18)
Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada saat itu Rabb kita Subhanahu Wa Ta’ala turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang berdoa ketika itu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا ، حين يبقى ثلث الليل الآخر، يقول : من يدعوني فأستجيب له ، من يسألني فأعطيه ، من يستغفرني فأغفر له
Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758)

Namun perlu dicatat, sifat ‘turun’ dalam hadits ini jangan sampai membuat kita membayangkan Allah Ta’ala turun sebagaimana manusia turun dari suatu tempat ke tempat lain. Karena tentu berbeda. Yang penting kita mengimani bahwa Allah Ta’ala turun ke langit dunia, karena yang berkata demikian adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam diberi julukan Ash shadiqul Mashduq (orang jujur yang diotentikasi kebenarannya oleh Allah), tanpa perlu mempertanyakan dan membayangkan bagaimana caranya.

Dari hadits ini jelas bahwa sepertiga malam yang akhir adalah waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak berdoa. Lebih lagi di bulan Ramadhan, bangun di sepertiga malam akhir bukanlah hal yang berat lagi karena bersamaan dengan waktu makan sahur. Oleh karena itu, manfaatkanlah sebaik-baiknya waktu tersebut untuk berdoa.

2. Ketika berbuka puasa

Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena diwaktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahannya, sebagaimana hadits:

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه
Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR. Muslim, no.1151)

Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ثلاث لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل و المظلوم
‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan baik ini untuk memohon apa saja yang termasuk kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Namun perlu diketahui, terdapat doa yang dianjurkan untuk diucapkan ketika berbuka puasa, yaitu doa berbuka puasa. Sebagaimana hadits

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)” (HR. Abu Daud no.2357, Ad Daruquthni 2/401, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232)

Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan lafazh berikut:
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
adalah hadits palsu, atau dengan kata lain, ini bukanlah hadits. Tidak terdapat di kitab hadits manapun. Sehingga kita tidak boleh meyakini doa ini sebagai hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Oleh karena itu, doa dengan lafazh ini dihukumi sama seperti ucapan orang biasa seperti saya dan anda. Sama kedudukannya seperti kita berdoa dengan kata-kata sendiri. Sehingga doa ini tidak boleh dipopulerkan apalagi dipatenkan sebagai doa berbuka puasa.

Memang ada hadits tentang doa berbuka puasa dengan lafazh yang mirip dengan doa tersebut, semisal:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim

Dalam Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341), dinukil perkataan Ibnu Hajar Al Asqalani: “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga di-dhaif-kan oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Atau doa-doa yang lafazh-nya semisal hadits ini semuanya berkisar antara hadits dhaif atau munkar.

3. Ketika malam lailatul qadar

Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al Qur’an. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firmanAllah Ta’ala:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3)
Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiallahu’anha:

قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
“Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda: Berdoalah:

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni ['Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku'']”(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”)
Pada hadits ini Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiallahu’anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan lafadz doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafadz yang diajarkan tersebut.

4. Ketika adzan berkumandang

Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafazh yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa.  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا
Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

5. Di antara adzan dan iqamah

Waktu jeda antara adzan dan iqamah adalah juga merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)
Dengan demikian jelaslah bahwa amalan yang dianjurkan antara adzan dan iqamah adalah berdoa, bukan shalawatan, atau membaca murattal dengan suara keras, misalnya dengan menggunakan mikrofon. Selain tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah  Shallallahu’alaihi Wasallam, amalan-amalan tersebut dapat mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud no.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

Selain itu, orang yang shalawatan atau membaca Al Qur’an dengan suara keras di waktu jeda ini, telah meninggalkan amalan yang di anjurkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu berdoa. Padahal ini adalah kesempatan yang bagus untuk memohon kepada Allah segala sesuatu yang ia inginkan. Sungguh merugi jika ia melewatkannya.

6. Ketika sedang sujud dalam shalat

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد . فأكثروا الدعا
Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482)

7. Ketika sebelum salam pada shalat wajib

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
قيل يا رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات
Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Diakhir malam dan diakhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, 3499)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).
Namun sungguh disayangkan kebanyakan kaum muslimin merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib yang sebenarnya tidak disyariatkan, kemudian justru meninggalkan waktu-waktu mustajab yang disyariatkan yaitu diantara adzan dan iqamah, ketika adzan, ketika sujud dan sebelum salam.
8. Di hari Jum’at
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة ، فقال : فيه ساعة ، لا يوافقها عبد مسلم ، وهو قائم يصلي ، يسأل الله تعالى شيئا ، إلا أعطاه إياه . وأشار بيده يقللها
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari  Jumat kemudian beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.

Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu).
Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.

Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud). Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.

Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”. Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.

9. Ketika turun hujan

Hujan adalah nikmat Allah Ta’ala. Oleh karena itu tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa memohon apa yang diinginkan kepada Allah Ta’ala:

ثنتان ما تردان : الدعاء عند النداء ، و تحت المطر
Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami’, 3078)

10. Hari Rabu antara Dzuhur dan Ashar

Sunnah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu dikabulkannya doa diantara shalat Zhuhur dan Ashar dihari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ البِشْرُ في وجهه
قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة
Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam berdoa di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir : ‘Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa,dan saya mendapati dikabulkannya doa saya‘”

Dalam riwayat lain:
فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر
Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15, berkata: “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185)

11. Ketika Hari Arafah

Hari Arafah adalah hari ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jama’ah haji maupun bagi seluruh kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خير الدعاء دعاء يوم عرفة
Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi, 3585. Di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

12. Ketika Perang Berkecamuk

Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah Ta’ala. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan di atas:

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا
Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

13. Ketika Meminum Air Zam-zam

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ماء زمزم لما شرب له
Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502)

Demikian uraian mengenai waktu-waktu yang paling dianjurkan untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah Ta’ala mengabulkan doa-doa kita dan menerima amal ibadah kita.
Amiin Ya Mujiibas Sa’iliin.

Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id