Aku dan buku
Jika ada ungkapan buku adalah jendela dunia, hal itu memang benar. Apalagi sebelum ada faslitas internet pada waktu itu. Membaca buku menjadikan salah satu sarana untuk mengetahui sesuatu. Jika buku adalah teman yang setia. Ungkapan itu juga ada benarnya. Buku bisa menjadi teman setia yang tidak cerewet dan ngeyel. Jika membaca buku menjadi salah satu hobi yang menyenangkan, hal itu akan menjadi kebiasaan baik. Walaupun internet sudah dalam genggaman dan menjadi kebutuhan sehari hari. Akan tetapi buku tetap jadi favoritku. Selain tidak lelah dimata karena paparan layar, juga menjadi lebih fokus dalam membaca. Di internet kita lebih sering gonta ganti tema bacaan dan bacaan tersebut sering tidak tuntas. Atau hanya sebatas informasi layaknya berita seperti di surat kabar atau televisi.
Aku dan keluargaku.
Membaca buku tidak serta merta tumbuh begitu saja. Membangun kebiasaan membacs buku juga tidak mudah. Hayo..siapa yang setuju, seringnya kita banyak ngobrol daripada baca buku...budaya lisan lebih sering dilakukan daripada budaya baca. Eets...tapi itu dulu...bukannya kita sering baca juga dari pada ngobrol...? Iyaa, tapi bacanya di media sosial..baca status...!
Membaca buku sudah dilakukan dikeluagaku...surat kabar, majalah dan buku disediakan orangtuaku di dalam rumah...masih ingat kan ya majalah bobo, kawanku, anita, annida, ummi, gadis, hai dan lain sebagainya...sampai novel anak lima sekawan, dan sebangsanya itu...
Nah, bagaimana ya kalau untuk anak usia balita, kan belum bisa baca ya?
Disinilah peran orang tua maupun pendamping dalam membangun kebiasaan membaca. O, iya ... membacakan buku baik itu membaca quran, membaca dongeng, hal itu akan menumbuhkan bonding antara anak dan orangtua. Membacakan buku pada usia dini sangat baik, aktivitas tersebut akan membuat bonding atau ikatan batin antara orang tua dan anak. Membersamai anak melalui membacakan buku akan melahirkan aktivitas lainnya, seperti berfikir, bertanya, komunikasi akan lebih aktif dan berkembang. Syaratnya hanya satu, menyediakan waktu orang tua untuk anak melalui membaca.
#oneweekonewriting
#KAMIMenulis
#IbuProfesionalDepok
Senin, 01 April 2019
Rabu, 18 April 2018
HAEGEUM
Korea National University of Arts |
The National Center for Korean Traditional Performing Arts
" Haegeum " cerita tentang alat musik ini, bagi saya sangat menarik. Apalagi setelah mendengar sound track dalam salah satu episode cerita " Dong Yi' . Alat musik gesek yang mirip rebab kalau di Indonesia, ternyata memainkannya tidak semudah ketika melihatnya dan menikmati alunan suara musiknya. Gesekkan antara tali senar tersebut menimbulkan bunyi yang kalau tidak tepat peletakkan nadanya akan membuat telinga "peng-ngeng".
Pengalaman berlatih haegeum di The National Center for Korean Traditional Performing Arts, cukup menyenangkan. Senangnya karena yang mengajar alat musik ini, benar2 ahli musik. Tapi ternyata tidak mudah baca tangga nada haegeum dalam tulisan China dan Korea.
|
Selasa, 17 April 2018
Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
KH. Mustofa Bisri (Gus Mus).
Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
Atau aku harus bagaimana
Senin, 16 April 2018
TAPI
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
Sutardji Calzoum Bachri,
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG
Oleh : Emha Ainun Najib
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan
Oleh : Emha Ainun Najib
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan
Bila kutitipkan
DEBU
puisi Emha Ainun Nadjib DEBU
Debu
(Emha Ainun Nadjib)
Debu yang menempel di keningmu
Biarkan, jangan diusap
Jika usai rakaat terakhir
Teruskan berdzikir
Disuruh oleh Allah butir-butir debu itu
Agar menyerap kotoran dari gumpalan otakmu
Jika telah penuh muatannya
Akan tanggal dengan sendirinya
Nanti pikiranmu mengkaca benggala
Beningnya tak terbilang kata
Cahaya Allah menembusnya
Memantul darimu ke wajah buram dunia
Kalau engkau bersujud hingga rakaat tak terhingga
Wajahmu sirna, menjelma cahaya
Kepada para malaikat, alam dan manusia
Tak bisa kau sodorkan apa pun kecuali cahaya
Cahaya hanya satu
Namanya satu
Kau dengar Allah menyapa, Muhammad menyapa
Dari dalam diri, yang bukan lagi pribadi
Langganan:
Postingan (Atom)