Senin, 06 Januari 2014

Yang shalih bermula dari yang shalih pula

 
Siapa diantara kita yang menyangkal keshalihan seorang Ismail? Ismail yang diyatimkan di daerah tandus, kering dan miskin air ketika kecil. Kala beranjak dewasa, merelakan diriny untuk di-Qurban-Kan. Justru Ismail lah yang menguatkan hati sang ayah Ibrahim untuk memenuhi perintah Tuhannya. 
       
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab:"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS.As-Saffat: 102)

Rasanya sangat manusiawi, ketika Ibrahim terkesan “ragu” untuk memenuhi perintah itu. Kehadiran anak keturunan yang sangat dinantikan (Ibrahim berada dalam usia yang tidak lagi muda ketika dikaruniakan keturunan), pun juga ketika ia harus meninggalkan permata hatinya di lembah nan tandus. Mem-pasrahkan orang-orang yang dicintainya pada sebaik-baik Dzat penjaga. Ya, Ibrahim pun meminta pendapat pada sang putra. Dan si shalih Ismail pun menjawab dengan mantap : “kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insha Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Seperti yang sama-sama kita ketahui, kisah ini kemudian berlanjut ketika Allah mengganti anak itu (Ismail) dengan hewan  sembelihan yang besar.

Si shalih Ismail lahir dari sosok istri dan ibu yang tidak bisa dikatakan biasa. Siti Hajar, perempuan yang bertubuh pendek dan berkulit kehitaman, namun memiliki cinta dan keimanan yang luar biasa. Segudang tanya tentu ada dibenaknya, kenapa dan bagaimana mungkin sang suami membawa dan meninggalkan ia dan bayi mungilnya di lembah nan tandus. Namun, dia justru mendukung dan menguatkan suaminya yang tengah mematuhi perintah Tuhannya. Meski ia harus berlari sejauh shafa dan marwa, mencari titis air penghilang dahaga bagi bayi munggilnya. Dia lakukan itu berulang kali, dengan sepenuh keyakinan mematuhi perintah Allah tak akan menyiakannya. Hingga keajaiban itu pun menyapa, bukan dari tempat terjauh ikhtiarnya, tidak di shafa, bukan pula di marwa, tapi dibawah jejak kaki mungil Ismail.

Maka sejatinya keshalihan Ismail tidak bermula begitu saja, yang shalih itu bermula dari yang shalih pula. Ibrahim dan Hajar adalah sang sosok orang tua shalih itu, yang dari pernikahan keduanya Allah karuniakan si shalih Ismail. Ibrahim yang diatas segala ego manusiawinya, berusaha segenap ikhtiarnya mematuhi perintah Tuhan nya. Hajar dengan sepenuh upaya mendukung suaminya, dengan keyakinan Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan hambanya. Allah karuniakan si shalih Ismail bagi keduanya, sebagimana yang dipinta dalam doa-doanya :

"Ya Tuhanku, karuniakanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih" (QS.As-Shaffat:100)

Semoga Allah karuniakan kita keistiqomahan untuk senantiasa berikhtiar menjadi pribadi yang shalih/ah…

Semoga Allah pasangkan dan jodohkan kita dengan pasangan yang shalih/ah, yang dengannya Allah karuniakan anak keturunan shalih/ah penerus umat ini…

Aamiin..
 
 
..."Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah"...[HR. Muslim]

please visit our weblog:
http://ppmimuska.wordpress.com
http://muslimahkorea.multiply.com