Rabu, 18 April 2018

HAEGEUM

Korea National University of Arts
The National Center for Korean Traditional Performing Arts


" Haegeum " cerita tentang alat musik ini, bagi saya sangat menarik. Apalagi setelah mendengar sound track dalam salah satu episode cerita " Dong Yi' . Alat musik gesek yang mirip rebab kalau di Indonesia, ternyata memainkannya tidak semudah ketika melihatnya dan menikmati alunan suara musiknya. Gesekkan antara tali senar tersebut menimbulkan bunyi yang kalau tidak tepat peletakkan nadanya akan membuat telinga "peng-ngeng". 



Hasil gambar untuk haegeum

Pengalaman berlatih haegeum di The National Center for Korean Traditional Performing Arts, cukup menyenangkan. Senangnya karena yang mengajar alat musik ini, benar2 ahli musik. Tapi ternyata tidak mudah baca tangga nada haegeum dalam tulisan China dan Korea.



Selasa, 17 April 2018

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

 KH. Mustofa Bisri  (Gus Mus)

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana

Senin, 16 April 2018

TAPI



aku bawakan bunga padamu
                                       tapi kau bilang masih

aku bawakan resah padamu
                                       tapi kau bilang hanya

aku bawakan darahku padamu
                                       tapi kau bilang cuma

aku bawakan mimpiku padamu
                                       tapi kau bilang meski

aku bawakan dukaku padamu
                                       tapi kau bilang tapi

aku bawakan mayatku padamu
                                       tapi kau bilang hampir

aku bawakan arwahku padamu
                                       tapi kau bilang kalau

tanpa apa aku datang padamu
                                       wah!

                                                   Sutardji Calzoum Bachri,

KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG

KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG 
Oleh : Emha Ainun Najib


Ketika engkau bersembahyang 
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan 
Partikel udara dan ruang hampa bergetar 
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar 

Bacaan Al-Fatihah dan surah 
Membuat kegelapan terbuka matanya 
Setiap doa dan pernyataan pasrah 
Membentangkan jembatan cahaya 

Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi 
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri 
Kemudian mim sujudmu menangis 
Di dalam cinta Allah hati gerimis 

Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup 
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup 
Ilmu dan peradaban takkan sampai 
Kepada asal mula setiap jiwa kembali 

Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri 
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali 
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira 
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya 
Sembahyang di atas sajadah cahaya 
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia 
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya 
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun 

Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah 
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika 
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang 
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan

Bila kutitipkan

Bila Kutitipkan


Bila kutitipkan dukaku pada langit
Pastilah langit memanggil mendung.

Bila kutitipkan resahku pada angin
Pastilah angin menyeru badai.

Bila kutitipkan geramku pada laut
Pastilah laut menggiring gelombang.

Bila kutitipkan dendamku pada gunung
Pastilah gunung meluapkan api.

Tapi...

Kan kusimpan sendiri mendung dukaku
Dalam langit dadaku.

Kusimpan sendiri badai resahku
Dalam angin desahku.

Kusimpan sendiri gelombang geramku
Dalam laut pahamku.

Kusimpan sendiri.
 

DEBU

puisi Emha Ainun Nadjib DEBU



 Debu

(Emha Ainun Nadjib)
Debu yang menempel di keningmu
Biarkan, jangan diusap
Jika usai rakaat terakhir
Teruskan berdzikir

Disuruh oleh Allah butir-butir debu itu
Agar menyerap kotoran dari gumpalan otakmu
Jika telah penuh muatannya
Akan tanggal dengan sendirinya

Nanti pikiranmu mengkaca benggala
Beningnya tak terbilang kata
Cahaya Allah menembusnya
Memantul darimu ke wajah buram dunia

Kalau engkau bersujud hingga rakaat tak terhingga
Wajahmu sirna, menjelma cahaya
Kepada para malaikat, alam dan manusia
Tak bisa kau sodorkan apa pun kecuali cahaya

Cahaya hanya satu
Namanya satu
Kau dengar Allah menyapa, Muhammad menyapa
Dari dalam diri, yang bukan lagi pribadi